TEMPO Interaktif, Islamabad: Pemerintah Pakistan menangkap seratusan aktivis, Rabu (11/3), dan melarang unjuk rasa di dua provinsi dengan harapan menggagalkan upaya protes antipemerintah ke Islamabad, Kamis (12/3). Pemerintah Pakistan mengatakan tidak akan membiarkan hukum rimba menciptakan ketidakstabilan.
Penangkapan dan larangan tersebut dikhawatirkan mengancam dukungan terhadap pemerintah Pakistan yang diandalkan Amerika Serikat untuk memerangi milisi Taliban dan Al-Qaidah.
Para pengacara di Pakistan berniat berunjuk rasa di kota-kota di seluruh Pakistan, Kamis (12/3). Mereka berniat berkumpul dan menduduki gedung parlemen di Islamabad. Para pengacara di Pakistan menuntut Presiden Asif Ali Zardari memenuhi janjinya untuk mengangkat kembali hakim-hakim yang dipecat mantan Presiden Pervez Musharraf.
Ketegangan politik di Pakistan juga memicu selentingan mengenai intervensi militer untuk melakukan kudeta. Televisi-televisi di Pakistan menampilkan tayangan polisi menyeret para aktivis ke dalam sebuah van sehari sebelum unjuk rasa digelar Kamis (!2/3).
"Saya tidak bisa beristirahat jika Pakistan dibawa ke situasi kehancuran," ujar pemimpin kelompok oposisi Nawaz Sharif kepada massa di Provinsi North West Frontier. "Kami tidak bisa membiarkan ketika semua institusi hancur dan sistem di ambang keambrukan."
Sharif, mantan perdana menteri yang sempat bersekutu dengan Zardari saat menggulingkan Musharraf, mendukung pengangkatan kembali hakim-hakim tersebut. Akan tetapi, Sharif juga marah ketika Mahkamah Agung melarangnya dan saudaranya berkuasa. Setelah keputusan tersebut, pemerintah federal membubarkan pemerintah Provinsi Punjab yang dipimpin saudara Sharif.
Sharif menuding keputusan Mahkamah Agung memiliki motif politik. Sharif pun mendesak warga Pakistan untuk bergabung dalam protes.
AP| KODRAT SETIAWAN