TEMPO.CO, Jakarta - Koroner Iran merilis laporan hasil autopsi terkait kematian Mahsa Amini, perempuan berusia 22 tahun yang tewas saat ditahan polisi moral.
Kantor berita IRNA pada Jumat malam melaporkan, hasil autopsi menunjukkan bahwa kematian Amini bukan akibat pukulan di kepala dan anggota badan, tetapi karena kegagalan beberapa organ yang disebabkan oleh hipoksia serebral.
Dalam laporan itu tidak disebutkan apakah dia menderita cedera. Laporan itu mengatakan, Amini jatuh saat ditahan karena "penyakit yang mendasarinya." "Karena resusitasi jantung-pernapasan yang tidak efektif pada menit-menit kritis pertama, dia menderita hipoksia parah sehingga mengakibatkan kerusakan otak," ujar laporan koroner.
Amini meninggal dunia setelah ditahan oleh polisi moral. Ayah Amini mengatakan, putrinya menderita memar di kakinya. Dia meminta polisi bertanggung jawab atas kematian putrinya. Kematian Amini telah memicu aksi protes nasional yang telah berlangsung selama dua pekan. Aksi protes juga berlangsung di negara lain.
Baca juga: WNI di Iran Diminta Tak Ikut Unjuk Rasa Kematian Mahsa Amini
Amini ditangkap oleh polisi moral Iran pada 13 September lalu di Teheran karena menggunakan jilbab yang tidak sesuai aturan. Amini meninggal tiga hari setelah sempat koma di rumah sakit. Kematian perempuan muda ini memicu gelombang protes di seluruh wilayah Iran. Gelombang protes dan kekerasan ini telah merenggut 130 nyawa dan sekitar 1.500 lainnya ditangkap.
“Mahsa Amini disiksa oleh polisi moral sampai meninggal dunia. Yang dituduhkan padanya hanyalah mengenakan kerudung dengan cara yang tidak sesuai. Dia meninggal karena beberapa helai rambutnya terekspos,” tulis sebuah teks di video Instagram yang diunggah oleh soutienfemmesiran (Dukungan untuk Wanita Iran).
Unggahan tersebut telah secara luas disampaikan di media sosial lainnya, termasuk Facebook dan Twitter. Seorang anggota Parlemen Eropa Swedia, Abir Al-Sahlani juga melakukan aksi potong rambut saat berpidato di majelis Uni Eropa. Langkah ini diambil sebagai aksi solidaritas dengan demonstrasi anti-pemerintah di Iran yang dipicu oleh kematian Amini.
Para ulama Iran telah bergulat dengan kerusuhan nasional terbesar dalam beberapa tahun sejak kematian Amini. Aksi protes telah menyebar ke luar negeri termasuk London, Paris, Roma dan Madrid dalam solidaritas dengan demonstran Iran.
Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei pada Senin menuduh Amerika Serikat (AS) dan Israel merencanakan protes besar-besaran menyusul kematian Amini. Khamenei mengatakan, protes tersebut merupakan plot asing untuk mengacaukan Iran.
“Kerusuhan ini sudah direncanakan. Kerusuhan dan ketidakamanan ini dirancang oleh Amerika dan rezim Zionis, dan pendukung mereka," ujar Khamenei.
Khamenei menggambarkan, tindakan pengunjuk rasa yang merobek jilbab, membakar masjid, bank, dan mobil polisi sebagai aksi yang tidak normal dan tidak wajar di Iran. Televisi pemerintah Iran melaporkan, jumlah korban tewas akibat bentrokan keras antara pengunjuk rasa dan petugas keamanan mencapai 41 orang.
Kelompok hak asasi manusia, Amnesty International yang berbasis di London telah mengidentifikasi 52 korban selama protes Mahsa Amini, termasuk lima perempuan dan lima anak-anak. Sementara pejabat Iran melaporkan setidaknya 1.500 penangkapan.
Baca juga: Dukung Wanita Iran, Anggota Parlemen Uni Eropa Potong Rambut di Mimbar
REUTERS