TEMPO.CO, Jakarta - Pengakuan terhadap pemerintahan bayangan Myanmar yang tergabung dalam National Unity Government (NUG) bukanlah inti dari penyelesaian krisis di negara tersebut. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah menyatakan pihaknya akan menindaklanjuti isu Myanmar setelah KTT ASEAN di Kamboja pada November 2022.
"Intinya, bukanlah pada hasil pengakuan (terhadap NUG). Namun bagaimana Indonesia ikut menyelesaikan masalah di Myanmar," kata Faizasyah menjawab pertanyaan saat jumpa pers virtual pada Jumat 7 Oktober 2022.
Paing Takhon (kanan) saat demo menentang kudeta militer di Yangoon, Februari 2021. (Myanmar Now)
Baca juga: Rusia Tangkap Kepala PLTN Zaporizhzhia
Pemerintahan demokratik sementara Myanmar atau NUG dibentuk pada April 2021. NUG disusun dari koalisi politisi NLD (Liga Demokrasi Nasional) yang terguling, aktivis, dan perwakilan dari beberapa kelompok etnis minoritas. Pembentukan ini didasarkan pada Piagam Demokrasi Federal yang diadopsi setelah pengambilalihan militer pada Februari 2021 oleh Komite Mewakili Pyidaungsu Hluttaw (CRPH)—sebuah badan pembuat undang-undang, sebagian besar dari NLD.
Sejak militer Myanmar merebut kekuasaan pada 1 Februari 2021, ada kekhawatiran internasional yang meningkat atas kekerasan militer terhadap para demonstran pro-demokrasi yang damai. Walaupun sejumlah negara telah menyerukan kembalinya demokrasi di Myanmar, hanya sedikit yang menunjukkan kesediaan politik untuk terlibat dengan NUG dalam upayanya untuk menantang kekuasaan militer di Myanmar.
Malaysia melalui Menteri Luar Negeri Saifuddin Abdullah beberapa kali mengingatkan negara-negara di ASEAN untuk melibatkan NUG dalam menyelesaikan krisis di Myanmar. Dalam sebuah pertemuan mengenai Rohingya bulan lalu, Kepala Misi Pencari Fakta PBB untuk Myanmar, Marzuki Darusman, juga menyarankan agar Indonesia segera mengakui NUG sebagai Pemerintah Myanmar yang sah yang terpilih secara demokratis pada 2020.
Faizasyah mengatakan Indonesia sudah menjalin baik komunikasi formal maupun informal dengan semua pemangku kepentingan, termasuk NUG, mengenai perkembangan yang terjadi di Myanmar. Namun tidak semua bisa disampaikan kepada publik.
"Nanti kita catat juga KTT (ASEAN) yang akan datang bagaimana hasil dari para leaders untuk isu Myanmar ini," kata Faizasyah.
Sebelum pertemuan puncak para pemimpin pada November 2022, para menteri luar negeri ASEAN akan rapat terlebih dahulu di Jakarta pada Oktober 2022. Tanggal pasti pertemuan tingkat menteri itu sendiri belum jelas, namun yang pasti isu Myanmar menjadi satu pembahasan.
Faizasyah menyebut hasil dari KTT mendatang akan menjadi tolak ukur Indonesia untuk menjalankan keketuaan ASEAN tahun depan. Menurutnya, Indonesia selalu mengambil inisiatif untuk menyelesaikan krisis ini di berbagai tingkat.
Junta militer Myanmar sebelumnya diberikan opsi oleh para pemimpin di ASEAN untuk menyelesaikan krisis paska-kudeta di negaranya melalui 5 Point of Consensus (5PC). Kesepakatan 5PC dibuat pada April 2021, dengan lima poin yakni dialog konstruktif, penghentian kekerasan, mediasi antara berbagai pihak, pemberian bantuan kemanusiaan, dan pengiriman delegasi ASEAN ke Myanmar.
Berdasarkan laporan-laporan terkini yang terjadi di Myanmar, belum ada niatan dari junta untuk memenuhi kesepakatan itu.
Baca juga: Rusia Tangkap Kepala PLTN Zaporizhzhia
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.