TEMPO.CO, Jakarta -Kanselir Jerman Olaf Scholz mengesahkan paket kebijakan sebesar 200 miliar euro atau sekitar Rp 2,9 kuadriliun untuk melindungi industri dan rumah tangga dari dampak kenaikan harga energi. Alokasi itu termasuk untuk pengereman harga gas serta pemotongan pajak penjualan bahan bakar.
Jerman, negara dengan ekonomi terbesar di Eropa sedang mengatasi lonjakan biaya gas dan listrik yang sebagian besar disebabkan oleh anjloknya pasokan gas Rusia ke Eropa.
Moskow menganggap langkah pihaknya dibenarkan oleh sanksi Barat ke Rusia akibat invasi ke Ukraina.
"Harga harus turun, jadi pemerintah akan melakukan segala yang bisa dilakukan. Untuk tujuan ini, kami menyiapkan perisai pertahanan yang besar," kata Scholz, dikutip dari Reuters, Jumat, 30 September 2022.
Sesuai rencana yang akan berlaku sampai musim semi 2024, Pemerintah Jerman akan memperkenalkan rem harga darurat pada gas, yang rinciannya akan diumumkan bulan depan.
Kebijakan ini membatalkan retribusi gas yang direncanakan dimaksudkan untuk membantu perusahaan berjuang dengan harga pasar spot yang tinggi.
Pengereman harga listrik sementara akan mensubsidi konsumsi pokok bagi konsumen dan perusahaan kecil dan menengah. Pajak penjualan gas akan turun menjadi 7 persen dari 19 persen.
Dalam upayanya untuk mengurangi ketergantungannya pada energi Rusia, Jerman juga mempromosikan perluasan energi terbarukan dan mengembangkan terminal gas cair.
Untuk membantu rumah tangga dan perusahaan mengatasi gangguan pasokan musim dingin, terutama di Jerman selatan, dua pembangkit nuklir yang sebelumnya akan ditutup pada akhir tahun ini akan dapat terus beroperasi hingga musim semi 2023.
Kelompok industri menyambut baik paket tersebut. Kepala asosiasi bahan kimia VCI, Wolfgang Grosse Entrup mengatakan, kebijakan ini adalah bantuan penting. P
"Sekarang kami membutuhkan detail dengan cepat, karena perusahaan semakin tidak mendukung," kata Grosse Entrup.