TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Luar Negeri Kazakhstan tidak akan mengakui kemungkinan pencaplokan wilayah timur Ukraina oleh Rusia melalui referendum yang diadakan di sana.
Padahal Kazakhstan adalah salah satu mitra dekat Rusia, sama-sama negara bekas Uni Soviet.
"Mengenai penyelenggaraan referendum, Kazakhstan berangkat dari prinsip-prinsip integritas teritorial negara, kesetaraan kedaulatan dan hidup berdampingan secara damai," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Aibek Smadiyarov dalam pernyataan Senin, 26 September 2022.
Empat wilayah di Ukraina, yang diduduki Rusia, Luhansk, Donetsk, Kherson dan Zaporizhzhia, menggelar referendum untuk menentukan apakah akan bergabung dengan Pemerintahan Moskow, Jumat, 23 September 2022.
Kyiv dan Barat melihat referendum itu merupakan upaya Rusia untuk mencaplok wilayah Ukraina, karena penduduk diancam dengan hukuman jika mereka tidak memilih.
Pemungutan suara dimulai setelah Ukraina awal bulan ini merebut kembali sebagian besar wilayah timur laut dalam serangan balasan terhadap invasi yang dimulai pada 24 Februari 2022.
Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev telah berulang kali menyerukan penyelesaian konflik Ukraina sesuai dengan piagam PBB. Ia juga memberikan kesediaan untuk menjadi jembatan dialog Rusia-Ukraina.
Di tengah isu referendum yang mengencang dari sebagian wilayahnya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mencatat pertempuran sengit dengan Rusia masih terjadi di garis depan dengan total panjang lebih dari 2.000 kilometer. Ia mengklaim pihaknya terus mendapatkan kemajuan di medan pertempuran.
Zelensky, dalam pidato kenegaraannya pada Minggu malam, 25 September 2022, mengatakan, dia tidak peduli apa yang terjadi di Rusia pekan ini. Dia juga mengaku tidak acuh dengan strategi politik atau militer Moskow.
"Tugas Ukraina, tidak dapat berubah: kita berjuang untuk hidup dan kebebasan untuk semua orang Ukraina," tutur Zelensky seperti dikutip dari siaran pers Kantor Presiden Ukraina.
Reuters