TEMPO.CO, Jakarta - Warga Korea Selatan menghadapi kenaikan harga kimchi, yang merupakan makanan pokok untuk diet harian. Kenaikan harga kimchi dampak dari gelombang panas yang ekstrim dan intensitas hujan hingga menyebabkan banjir yang menyapu sebagian besar pertanian kubis (kol)
Dampak perubahan iklim telah membuat biaya membuat acar lobak jauh lebih mahal dan sulit dijual. Harga kol dalam setahun terakhir naik lebih dari dua kali lipat dan selama sebulan terakhir naik sampai 41 persen atau naik sekitar 3.300 won per kilogram (Rp 34 ribu).
Seorang peserta membuat kimchi dalam Festival Kimchi Seoul di Korea Selatan, 3 November 2017. REUTERS/Kim Hong-Ji
Kol sebagian besar digunakan untuk membuat kimchi. Harga lobak putih yang biasa digunakan untuk membuat jenis kimchi lainnya, juga mengalami kenaikan, bahkan dalam setahun terakhir naik sampai 146 persen atau menjadi lebih dari 2.800 won (Rp 29 ribu).
Kenaikan harga ini disebut belum sampai ke titik yang terburuk. Kondisi ini cukup memberatkan warga Korea Selatan mengingat lonjakan inflasi yang tertinggi dalam sejarah.
Bagi masyarakat Korea Selatan, November biasanya menjadi musim membuat kimchi. Keluarga-keluarga di Korea Selatan akan membuat stok acar sayuran untuk dikonsumsi selama musim dingin beberapa bulan ke depan.
“Setiap saya berbelanja, saya bisa melihat harga sayur-mayur naik,” kata Hong Seong-jin kepada Arirang News, warga Seoul.
Dengan naiknya harga kimchi, maka konsumen sekarang banyak beralih ke kimchi buatan pabrik. Akan tetapi, pengiriman produk-produk seperti ini mengalami penurunan hampir separuh dari level normal. Suplai bahkan hampir hilang di online shop.
Salah satu produsen pembuat kimchi, Daesang dan CheilJedang, menaikkan harga 10 – 11 persen. Harga diperkirakan masih akan naik. Banyak konsumen sekarang membuat guyonan menyebut kimchi dengan sebutan geumchi karena harganya yang hampir semahal emas.
Sumber: RT.com
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.