TEMPO.CO, Jakarta - Margarita Simonyan, editor kanal berita asal Rusia RT.com pada Sabtu, 24 September 2022, mengutarakan kemarahannya atas keputusan Pemerintah Rusia memobilisasi militer ke Ukraina. Simonyan menyebut petugas pendaftaran militer Rusia telah mengirimkan surat panggilan ke orang-orang yang salah.
Sebelumnya pada Rabu, 21 September 2022m Rusia mengumumkan akan memobilisasi militernya ke Ukraina. Itu adalah yang pertama kalinya dilakukan Negeri Beruang Merah setelah perang dunia II. Pengumuman tersebut telah memicu serangan di area perbatasan dan lebih dari seribu demonstran di tahan. Bukan hanya itu, kegelisahan dikalangan warga Rusia pun meluas.
Kanal berita RT.com merupakan media milik Pemerintah Rusia dan selama ini pemberitaannya pro-Rusia.
“Sudah diumumkan kalau akan ada perekrutan laki-laki usia sampai 35 tahun. Mereka telah membuat orang marah. Ini adalah hal yang disengaja, yang seolah-olah karena dendam ke Kyiv dan seolah mereka orang kiriman Kyiv,” kata Simonyan melalui aplikasi Telegram.
Ukraina Mobilisasi Militernya Serbu Separatis Pro-Rusia
Pengumuman mobilisasi militer ke Ukraina, juga menuai kritikan dari para pendukung Kremlin, di mana kritikan itu belum pernah tercetus sebelumnya sejak Rusia melakukan invasi ke Ukraina.
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan Wakil Menteri Pertahanan Rusia yang bertanggung jawab bidang logistik, Dmitry Bulgakov sudah dicopot dan dipindahkan ke pos lain. Jabatan itu sekarang diisi oleh Mikhail Mizintsev.
Mizintsev berstatus dikenai sanksi oleh Australia, Inggris dan Uni Eropa. Di dijuluki oleh Uni Eropa sebagai tukang jagal Mariupol karena perannya melakukan pembantaian di Kota Mariupol pada awal perang Ukraina meletup. Kejadian itu telah menewaskan ribuan warga sipil.
Sejumlah media di Rusia mewartakan Rusia tampaknya akan secara resmi mencaplok wilayah Ukraina pada pekan depan. Hal ini diikuti dengan diselenggarakannya referendum di empat wilayah di Ukraina, yang dimulai pada Jumat, 23 September 2022.
Kyiv dan negara-negara Barat mencela proses pemungutan suara itu dengan menyebutnya sebagai hal yang memalukan. Mereka menyebut hasil referendum tersebut hanya akan mendukung ankesasi yang sudah ditentukan sebelumnya.
Sumber: Reuters
Baca juga: Pelabuhan Ukraina Berhasil Ekspor 4,7 Juta Ton Gandum
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini