TEMPO.CO, Jakarta - Amerika Serikat mengumumkan paket bantuan kemanusiaan baru untuk etnis Rohingya di Myanmar senilai lebih dari US$ 170 juta atau sekitar Rp 2,5 triliun. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken pada Kamis, 22 September 2022, menyatakan bantuan itu termasuk bagi mereka yang berlindung ke luar negeri seperti di Bangladesh.
"Dengan pendanaan baru ini, total bantuan yang kami kucurkan dalam mengatasi Krisis Pengungsi Rohingya telah mencapai hampir US$1,9 miliar (Rp 28 triliun) sejak Agustus 2017 atau ketika lebih dari 740 ribu Rohingya terpaksa mengungsi ke tempat yang aman di Cox's Bazar, Bangladesh," kata Blinken seperti dikutip dari Reuters, Jumat, 23 September 2022.
Bantuan tersebut datang sekitar sebulan setelah badan pengungsi PBB menyebut dana bantuan bagi pengungsi Rohingya sangat kekurangan atau minim.
Anak-anak pengungsi Rohingya dibawa untuk diperiksa kemungkinan tanda malnutrisi di pusat Perlawanan Terhadap Kelaparan di kamp Kutupalong, Cox's Bazar, Bangladesh, 7 Desember 2017. REUTERS/Damir Sagolj
Lebih dari satu juta etnis Rohingya tinggal di kamp-kamp kumuh di Bangladesh selatan, yang telah menjadi area pemukiman pengungsi terbesar di dunia. Prospek mereka untuk kembali ke Myanmar sangat kecil. Sebagian besar pengungsi ditolak kewarganegaraan dan hak-hak lainnya.
Blinken merincikan, putaran baru uang bantuan kemanusiaan Amerika Serikat mencakup lebih dari US$93 juta, yang dikucurkan melalui Kementerian Luar Negeri dan lebih dari US$77 juta disalurkan melalui Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat. Uang bantuan dari Amerika Serikat itu, sebanyak US$138 juta dialokasikan khusus untuk program-program di Bangladesh.
Blinken menambahkan, pihaknya bekerja sama dengan pemerintah Bangladesh dan etnis Rohingya untuk mencari solusi atas krisis tersebut. Banyak pengungsi Rohinya adalah korban genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan serta pembersihan etnis.
Sebagian besar etnis Rohingya melarikan diri dari Myanmar ke negara tetangga Bangladesh selama tindakan keras militer pada 2017. PBB menyebut aksi itu sudah setara genosida. Etnis Rohingya adalah kelompok minoritas di Myanmar, yang sebagian besar pemeluk Islam.
Myanmar membantah adanya genosida dengan mengatakan pihaknya melancarkan kampanye yang sah terhadap gerilyawan yang menyerang pos polisi. Myanmar menghadapi tuduhan genosida di Mahkamah Internasional di Den Haag atas kekerasan tersebut.
REUTERS
Baca juga: Hampir Semua Warga Afghanistan Kekurangan Makanan
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.