TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pertahanan Jepang pada Kamis, 22 September 2022, mengumumkan terhitung mulai tahun depan akan menghentikan pelatihan untuk anggota militer Myanmar. Kebijakan tersebut buntut dari eksekusi junta militer terhadap aktivis pro-demokrasi.
Sebelumnya pada Juli 2022, junta Myanmar mengeksekusi empat tahanan, termasuk seorang mantan anggota parlemen dari partai Aung San Suu Kyi dan seorang aktivis terkemuka. Pelaksanaan hukuman mati tersebut adalah yang pertama bagi Myanmar dalam beberapa dekade.
Mayor Hein Thaw Oo melatih rekrutan di wilayah perbatasan yang dikendalikan pemberontak Myanmar.[Supplied/Myanmar Now]
Sebelum militer Myanmar mengeksekusi empat tahanan itu, Menteri Pertahanan Jepang saat itu, Nobuo Kishi telah meminta junta untuk segera mengakhiri kekerasan dan mengambil langkah-langkah konkret untuk memulihkan demokrasi.
"Setelah eksekusi (tidak ada upaya reformasi dari junta), kami memutuskan tidak tepat untuk mempertahankan kerja sama dan pertukaran bidang pertahanan dengan Myanmar,” kata sumber di Kementerian Pertahanan Jepang, yang menolak disebutkan namanya, seperti dikutip dari Japan Times, Jumat, 23 September 2022.
Sejak 2015, Jepang telah menerima 30 anggota militer Myanmar sebagai pelajar di berbagai fasilitas pertahanan di Jepang, di antaranya Akademi Pertahanan Nasional. Program ini dimaksudkan untuk membantu para siswa memperoleh pengetahuan yang benar tentang demokrasi dan kepemimpinan sipil militer melalui interaksi dengan Pasukan Bela Diri.
Sumber yang mengetahui masalah ini mengatakan saat ini ada 11 personel militer Myanmar yang masih berada di Jepang, yang mengikuti program tersebut. Mereka akan diizinkan untuk menyelesaikan pelatihan mereka. Akan tetapi, pendaftaran baru untuk program ini akan dihentikan.
Sebagai penyedia utama bantuan ekonomi ke Myanmar, Tokyo memiliki hubungan jangka panjang dengan militer negara itu. Setelah kudeta di Myanmar pada 2021, Jepang mengumumkan akan menghentikan semua bantuan baru, meskipun tidak memberikan sanksi individu kepada komandan militer dan polisi.
Sebelumnya, keputusan untuk melanjutkan pelatihan personel militer setelah kudeta dikritik keras oleh kelompok-kelompok HAM.
“Sangat mengejutkan Jepang memberikan pelatihan militer kepada taruna Myanmar, di mana saat yang sama Angkatan Bersenjatanya melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan pada rakyat Myanmar,” demikian keterangan organisasi HAM dunia Human Rights Watch, tahun lalu.
The Japan Times
Baca juga: Volodymyr Zelensky Minta Warga Rusia Memprotes Mobilisasi Militer Rusia ke Ukraina
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.