TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyoroti nasib warga Rohingya di tempat pengungsian Cox's Bazaar, Bangladesh. Ia melihat penyelesaian krisis Rohingya ini dipersulit oleh situasi di Myanmar.
Retno menyinggung masalah ini dalam pertemuan kelompok negara MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, Australia) di sela-sela Sidang Umum PBB ke-77, New York, Amerika Serikat pada Kamis, 22 September 2022.
Kementerian Luar Negeri RI, melalui siaran pers mengutip Retno, menyatakan, tidak adanya kemajuan dalam penerapan 5 Poin Konsensus (5PC) yang disepakati pemimpin ASEAN dan Myanmar sebagai sebab memburuknya krisis ini.
Kelima poin konsensus itu adalah pengakhiran segera kekerasan di Myanmar, dialog antara semua pihak terkait, penunjukan utusan khusus, penyaluran bantuan kemanusiaan oleh ASEAN untuk Myanmar, dan kunjungan utusan khusus ASEAN ke Myanmar untuk bertemu dengan semua pihak.
Saat ditanya mengenai evaluasi 5PC ASEAN dan dorongan Indonesia untuk menyelesaikan krisis Rohingya ini, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan, kepala negara atau pemerintahan ASEAN akan mendengarkan laporan implementasi 5PC oleh Myanmar di Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT ASEAN pada November mendatang.
"Selanjutnya keputusan pemimpin-pemimpin tersebut akan menjadi pegangan semua negara anggota, termasuk tentunya oleh Indonesia saat menjalankan keketuaan ASEAN pada 2023," kata Faizasyah kepada Tempo, Jumat, 23 September 2022.
Dalam pertemuan dengan mitra dari MIKTA di AS itu, Menteri Luar Negeri Retno menyebutkan sebanyak 1,1 juta warga Rohingnya terperangkap di tempat pengungsian di Cox's Bazaar. Ia mengatakan, mereka rentan menjadi korban perdagangan manusia dan radikalisme.
Di sela-sela Sidang Umum PBB dalam kesempatan berbeda, para menteri luar negeri ASEAN bertemu untuk membahas persiapan KTT ASEAN. Sebelum pertemuan puncak pada November, para menteri luar negeri diagendakan untuk bertemu terlebih dahulu di Jakarta pada Oktober 2022.
DANIEL AHMAD