TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Luar Negeri RI mencermati perkembangan terkini di Ukraina, setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan mobilisasi militer parsial. Langkah Presiden Putin itu, dinilai telah meningkatkan ketegangan perang Ukraina karena potensi penggunaan nuklir.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah menyatakan Indonesia berharap konflik bisa mencapai satu solusi, dan dijauhkan dari penggunaan senjata nuklir, yang destruktif. Kementerian Luar Negeri RI berharap tidak ada pengambilan keputusan yang bisa menciptakan kehancuran karena penggunaan senjata nuklir dalam konflik Ukraina.
"Kita tidak ingin terjadi kehancuran serupa seperti yang dialami oleh masyarakat dunia di masa lalu (seperti Perang Dunia II)," kata Faizasyah saat jumpa pers virtual, Kamis, 22 September 2022.
Rudal itu juga dapat disiapkan untuk digunakan dari pesawat tempur jarak jauh Su-34, yang banyak digunakan dalam perang Rusia melawan Ukraina, dan pembom strategis Tu-22M3, menurut laporan Congressional Research Service. TASS
Saat ditanya apa upaya komunikasi tingkat tinggi Indonesia menyusul naiknya ketegangan di Eropa timur ini, Faizasyah mengatakan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi sedang di New York, Amerika Serikat, untuk mengikuti rangkaian Sidang Umum PBB, di mana ini kesempatan yang sangat baik bagi Indonesia untuk melakukan komunikasi dan konsultasi dengan pihak terkait mengenai perkembangan konflik ukraina ini.
Di tengah spekulasi kemunduran di medan perang, Presiden Putin pada Rabu, 21 September 2022, secara mengejutkan memerintahkan mobilisasi militer untuk perang Ukraina. Putin memperingatkan negara-negara Barat bahwa dia tidak hanya menggertak dan siap menggunakan senjata nuklir demi membela Rusia.
"Jika integritas teritorial negara kami terancam, kami tanpa ragu akan menggunakan semua cara yang tersedia untuk melindungi Rusia dan rakyat kami - ini bukan gertakan," kata Putin dalam pidato yang disiarkan televisi Rusia.
Pengumuman Putin soal memobilisasi militer ini menandai eskalasi terbesar perang Ukraina sejak invasi Februari lalu. Selain secara eksplisit mengangkat ancaman nuklir, Putin juga menyinggung dukungan referendum sebagian wilayah Ukraina.
Secara terpisah, Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu pada Rabu 21 September 2022 mengumumkan Rusia tengah menargetkan 300 ribu pasukan cadangan untuk mendukung kampanye militernya di Ukraina.
Sejumlah pemimpin dunia sudah mengkritik langkah terbaru Putin. Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Perdana Menteri Inggris Liz Truss, dan sejumlah aliansi Barat lainnya dalam Sidang Umum PBB di New York, memperingatkan kebijakan yang bisa memperpanjang perang Ukraina itu.
Tentara Rusia menyerbu Ukraina sejak 24 Februari 2022. Titik-titik pertempuran bergeser sesuai dengan strategi militer kedua negara. Setelah gagal menggapai Kyiv di awal invasi, Rusia memfokuskan serangan di Donbas, wilayah timur Ukraina.
Belakangan ini, Kyiv melancarkan serangan balasan di wilayah timur dan selatan. Ukraina mengklaim pasukannya telah menembus lebih jauh ke timur, wilayah yang baru-baru ini ditinggalkan oleh Rusia. Manuver militer ini membuka jalan bagi kemungkinan serangan terhadap pasukan pendudukan Moskow di wilayah Donbas.
Negara-negara seperti Amerika Serikat dan Inggris, serta Uni Eropa, mengecam invasi Rusia ke Ukraina. Aliansi Barat menghukum Rusia dengan sanksi ekonomi dan isolasi di forum internasional.
Baca juga: Finlandia Ingin Menolak Pelancong Rusia
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.