TEMPO.CO, Jakarta - Protes anti-mobilisasi militer pecah di Rusia pada Rabu, 21 September 2022. Kelompok HAM mengkonfirmasi 1.300 orang ditangkap saat demo menolak kebijakan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mendongkrak invasi ke Ukraina.
Menurut informasi yang dikumpulkan kelompok pemantau protes OVD-Info, setidaknya 1.311 orang ditahan hingga Rabu larut malam. Angka itu merupakan kalkulasi dari 38 kota di Rusia.
Jumlah warga sipil yang ditangkap itu termasuk setidaknya 502 di Moskow, 524 di St Petersburg, kota terpadat kedua di Rusia.
Pejabat Kementerian Dalam Negeri Rusia Irina Volk, dalam sebuah pernyataan yang dikutip oleh kantor berita Rusia, mengatakan, aksi anti-mobilisasi itu ilegal.
"Ini semua dihentikan. Dan orang-orang yang melanggar hukum ditahan dan dibawa ke kantor polisi untuk penyelidikan," kata Volk, dikutip dari Reuters, Kamis, 22 September 2022.
Presiden Rusia Vladimir Putin pada Rabu, 21 September 2022, memerintahkan mobilisasi militer untuk perang Ukraina. Putin memperingatkan negara-negara Barat bahwa dia tidak hanya menggertak dan siap menggunakan senjata nuklir demi membela Rusia.
"Jika integritas teritorial negara kami terancam, kami tanpa ragu akan menggunakan semua cara yang tersedia untuk melindungi Rusia dan rakyat kami - ini bukan gertakan," kata Putin dalam pidato yang disiarkan televisi Rusia.
Itu akan menjadi mobilisasi militer pertama Rusia sejak Perang Dunia II yang dilakukan Presiden Putin. Melalui pidato televisi pagi hari, Putin menyatakan, tenaga tambahan diperlukan untuk memenangkan perang, yang tidak hanya melawan Ukraina tetapi juga para pendukung Baratnya.
Secara terpisah, Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu pada Rabu 21 September 2022 mengumumkan Rusia tengah menargetkan 300 ribu pasukan cadangan untuk mendukung kampanye militernya di Ukraina.
Harga penerbangan satu arah dari Rusia meroket dan terjual habis dengan cepat pada Rabu, 21 September 2022, setelah Putin mengumumkan mobilisasi militer parsial untuk menghadapi perang di Ukraina.
REUTERS