TEMPO.CO, Jakarta - Kerusuhan meletus di Ibu Kota Haiti, Port-au-Prince, pada Selasa, 13 September 2022, akibat demo menolak kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM. Massa yang marah turun ke jalanan sehingga membuat penduduk setempat berlindung di dalam rumah.
Video yang beredar di media sosial seperti dikutip dari Reuters pada Rabu, 14 September 2022, menggambarkan situasi yang mengerikan dari demo tolak kenaikan BBM. Salah satunya menunjukkan seorang pria pengendara sepeda motor di jalan yang diblokade dilempari batu sampai dia terguling. Pria itu bangkit dari tanah dengan pincang dan kemudian menghadap penyerangnya saat klip itu terputus.
Gambar lain menunjukkan lusinan orang Haiti berhamburan di jalan setelah suara ledakan senjata. Video kemudian beralih ke adegan orang-orang yang dirawat setelah menderita luka tembak.
Perdana Menteri Haiti Ariel Henry dan Kepala Polisi Haiti Frantz Elbe telah mendesak mitra internasional memberikan dukungan untuk mengendalikan kekerasan.
Kedutaan Besar Amerika Serikat di Haiti menerbitkan peringatan keamanan akibat kerusuhan di Port-au-Prince. Dalam keterangan itu, kedutaan menyarankan untuk menghindari semua perjalanan yang tidak perlu dan tetap waspada karena situasi keamanan tidak dapat diprediksi.
Demonstrasi terbaru datang ketika inflasi melonjak ke level tertinggi dalam satu dekade. Kekerasan geng di Haiti juga secara kronis telah meninggalkan sebagian besar wilayah di luar jangkauan pemerintah. Pecahnya pertempuran berdarah antara geng-geng saingan telah menyebabkan ratusan orang tewas dan ribuan mengungsi.
Awal tahun ajaran sekolah telah ditunda satu bulan hingga Oktober karena orang tua berjuang untuk memenuhi kebutuhan dan kehidupan sehari-hari. Warga Haiti juga tengah berjuang mencari stok BBM. Sementara itu, biaya transit melonjak, demikian juga harga berbagai bahan makanan pokok.
Warga Haiti sekarang bersiap untuk kenaikan harga bahan bakar. Perdana Menteri Ariel Henry pada Minggu, 11 September 2022, mengumumkan kenaikan harga BBM ini dalam pidatonya di tengah meningkatnya kelangkaan bensin dan solar yang memaksa beberapa bisnis tutup.
"Negara mencoba untuk membuat program sosial namun hanya mampu memobilisasi US$ 26,1 juta (Rp 381 miliar), sementara kami menghabiskan lebih dari US$ 434,8 juta (Rp 6,4 triliun) untuk mensubsidi bahan bakar bagi mereka yang mampu membayar dengan harga normal. Kita harus menyesuaikan harga bahan bakar," kata Henry.
Stok bahan bakar Haiti telah menipis karena importir berjuang mendapatkan subsidi yang menjaga harga bahan bakar tetap rendah. Reuters berdasarkan sumber menyebut Haiti juga kesulitan mendapatkan dolar dari bank sentral.
Baca: Ada Perang Geng, China Dorong PBB Melarang Impor Senjata Api Kecil ke Haiti
REUTERS