TEMPO.CO, Jakarta - Puluhan mobil hangus dan bangunan bopeng terkena peluru terlihat di Tripoli, namun ibu kota Libya ini terlihat sudah tenang pada Minggu, 28 Agustus 2022, setelah terjadi pertempuran sengit antar-faksi yang menewaskan 32 orang pada Sabtu.
Pertempuran berkecamuk di seluruh kota sepanjang Sabtu ketika pasukan pendukung pemerintahan Fathi Bashagha gagal menguasai ibu kota dan menggulingkan pemerintah Abdulhamid al-Dbeibah yang berbasis di Tripoli.
Menurut Reuters, pekerja membersihkan kaca dan puing-puing dari jalan-jalan yang dipenuhi dengan selongsong amunisi bekas, ketika molisi pro-Dbeibah berdiri di depan pangkalan yang direbut dari pendukung Bashagha.
Lalu lintas telah kembali normal saat penduduk memeriksa kerusakan properti mereka.
Bentrokan meletus dan berakhir tiba-tiba. Tetapi sifat singkat dari gejolak tersebut tidak menghilangkan kekhawatiran akan konflik lebih luas setelah berbulan-bulan kebuntuan di negara yang telah mengalami lebih dari satu dekade kekacauan dan kekerasan.
Libya memiliki sedikit kedamaian sejak pemberontakan yang didukung NATO pada 2011 dengan menggulingkan Muammar Gaddafi, memecah negara itu pada 2014 antara faksi timur dan barat yang bersaing dan menyeret kekuatan regional. Produksi minyak Libya, hadiah untuk kelompok-kelompok yang bertikai, telah berulang kali dimatikan.
Prospek Bashagha untuk merebut kendali di Tripoli, yang terletak di Libya barat, tampak sangat buruk untuk saat ini, tetapi tidak ada tanda-tanda kompromi politik atau diplomatik yang lebih luas untuk mengakhiri perebutan kekuasaan di Libya.
Faksi timur pendukung Bashagha, termasuk ketua parlemen Aguila Saleh dan komandan Khalifa Haftar dengan Tentara Nasional Libya-nya, telah memberikan sedikit indikasi bahwa mereka siap untuk mencapai akomodasi dengan Dbeibah.
Parlemen Saleh, yang berbasis di Libya timur, mengatakan pemerintah Dbeibah telah melampaui masa jabatannya dan menunjuk Bashagha untuk menggantikannya awal tahun ini setelah runtuhnya proses politik untuk mempersiapkan pemilihan. Dbeibah menantang ini.
"Dbeibah terlihat lebih solid dan lebih permanen sekarang daripada 48 jam yang lalu," kata analis Jalel Harchaoui. "Haftar dan Aguila Saleh harus memutuskan apakah mereka dapat hidup dengan konfigurasi di mana mereka hampir tidak memiliki kendali atas Tripoli."
Pemilihan nasional, yang dijadwalkan tahun lalu sebagai bagian dari proses perdamaian yang disponsori PBB, dibatalkan di tengah perselisihan tentang aturan pemungutan suara.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan penghentian segera kekerasan dan menggelar dialog untuk mengakhiri kebuntuan.
Beberapa kelompok yang bersekutu dengan Bashagha di Tripoli tampaknya telah kehilangan kendali atas wilayah di dalam ibu kota pada hari Sabtu. Upaya oleh pasukan lain, yang bersekutu dengannya dan mencoba maju ke ibukota dari barat dan selatan, tampaknya terhenti.
Sebuah konvoi militer utama yang berangkat dari Misrata, timur Tripoli, tempat Bashagha bermarkas selama berminggu-minggu, berbalik sebelum mencapai ibu kota.
Seorang komandan pro-Bashagha Osama Juweili mengatakan pertempuran hari Sabtu dipicu oleh gesekan antara angkatan bersenjata di Tripoli. Tetapi dia mengatakan kepada Al-Ahrar TV bahwa "bukanlah kejahatan" untuk mencoba membawa pemerintah yang diamanatkan oleh parlemen.
Maskapai penerbangan beroperasi secara normal di bandara Mitiga Tripoli, Minggu, sebuah tanda bahwa keamanan telah dipulihkan untuk saat ini.
Kementerian Kesehatan mengatakan pada hari Minggu bahwa 32 orang tewas dalam kekerasan hari Sabtu dan 159 terluka, tanpa mengatakan berapa banyak pejuang dan berapa banyak warga sipil.
Seorang pria yang berdiri di antara penduduk di dekatnya berkata, "Siapa yang akan memberi kompensasi kepada korban? Dan siapa yang akan menghidupkan kembali orang mati?"
Di antara yang tewas adalah Mustafa Baraka, seorang komedian yang dikenal karena video media sosialnya yang mengejek milisi dan korupsi. Dia dilaporkan ditembak saat siaran langsung di media sosial. Tidak jelas apakah dia menjadi sasaran.
Reuters | Arab News