TEMPO.CO, Jakarta - Lebih dari 115.000 pekerja di British's Royal Mail, perusahaan nasional layanan pos Inggris, memulai aksi pemogokan pada Jumat, 26 Agustus 2022, karena masalah upah. Buruh pos itu akan menggelar aksi protes empat hari secara berkala pada 31 Agustus, 8 September, dan 9 September.
Aksi mogok ini adalah yang terbaru dalam serentetan protes tenaga kerja di Inggris. Buruh di berbagai sektor menuntut upah lebih tinggi dalam menghadapi krisis biaya hidup, dengan tagihan energi melonjak dan inflasi diproyeksikan melebihi 13 persen akhir tahun ini.
"Kami akan berjuang sangat keras di sini untuk mendapatkan kenaikan gaji yang layak bagi anggota kami," kata Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja Komunikasi Dave Ward, dikutip Reuters, Jumat, 26 Agustus 2022.
Royal Mail mengatakan telah menawarkan kenaikan gaji 5,5 persen untuk pekerja. Peningkatan itu diklaim terbesar dalam beberapa tahun.
Serikat pekerja membantah hal ini dan mengatakan perusahaan menaikkan gaji hanya 2 persen, dan menawarkan 1,5 persen lebih lanjut dengan tunduk pada perubahan syarat dan ketentuan. Mereka memperingatkan pemogokan ini sebagai aksi industri terbesar yang diambil oleh buruh musim panas ini di Inggris.
Layanan pos dan pengiriman Inggris yang berusia ratusan tahun meminta maaf kepada pelanggan atas gangguan ini. Pihak perusahaan menyatakan telah menerapkan rencana darurat, tetapi tidak dapat sepenuhnya menggantikan tugas harian staf garis depannya.
Royal Mail memperingatkan awal bulan ini bahwa mereka dapat membukukan kerugian untuk bisnisnya di Inggris pada tahun fiskal 2022-23 jika pemogokan berlanjut.
Kepala Eksekutif Royal Mail, Simon Thompson, menyatakan, bisnis perlu mengubah praktik kerjanya untuk mencerminkan fakta bahwa sekarang mereka mengirimkan lebih banyak paket daripada surat. Ia juga menyebutkan pasar pengiriman paket saat ini sangat kompetitif.
"Royal Mail adalah perusahaan yang diinginkan masyarakat, tetapi kami membutuhkan perubahan ini agar kami dapat berubah menjadi bisnis parsel sehingga kami dapat berkembang," kata Thompson kepada BBC Radio.
REUTERS