TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Thailand yang diskors Prayuth Chan-ocha akan menghadiri pertemuan di kementerian pertahanan pada Kamis ini, 25 Agustus 2022, sebagai menteri setelah Mahkamah Konstitusi membekukan jabatannya Rabu lalu.
Thailand kemungkinan berada dalam ketidakpastian selama beberapa pekan sebelum pengadilan memutuskan masa depan Prayuth Chan-ocha. Mahkamah Konstitusi menskorsnya dari jabatan puncak sambil menunggu peninjauan kembali batas masa jabatan yang diamanatkan secara konstitusional.
Pengadilan memutuskan untuk mendengarkan petisi dari partai oposisi utama yang menyatakan bahwa Prayuth, yang pertama kali berkuasa dalam kudeta pada 2014 ketika dia menjadi panglima militer, telah mencapai batas masa jabatan delapan tahun karena waktunya sebagai kepala junta harus dihitung.
Pengadilan menangguhkan Prayuth sampai Pengadilan memberikan putusan atas petisi tersebut. Belumk diketahui kapan keputusan akan diambil.
Prayuth belum memberikan komentar publik tentang keputusan pengadilan dan tidak jelas apakah dia akan berbicara tentang masalah itu pada hari Kamis.
Seorang juru bicara pemerintah mengatakan pada hari Rabu, Prayuth menghormati keputusan itu dan mendesak masyarakat untuk melakukan hal yang sama, dan pemerintah akan berjalan seperti biasa.
Wakil Perdana Menteri Prawit Wongsuwan, 77 tahun, juga seorang royalis dan mantan panglima militer yang memiliki hubungan dekat dengan Prayuth, mengambil alih sebagai pemimpin sementara.
Prayuth memerintah sebagai kepala dewan militer setelah ia menggulingkan pemerintah terpilih pada 2014.
Dia menjadi perdana menteri sipil pada 2019 setelah pemilihan yang diadakan di bawah konstitusi rancangan militer 2017 di mana batas delapan tahun untuk seorang perdana menteri ditetapkan.
Pemilihan umum Thailand berikutnya dijadwalkan pada Mei tahun depan.
Kontroversi atas masa jabatan Prayuth dapat menghidupkan kembali persaingan lama yang menjadi akar dari hampir dua dekade kekacauan politik, termasuk dua kudeta dan protes dengan kekerasan, yang secara luas berasal dari penentangan terhadap keterlibatan militer dalam politik dan tuntutan untuk perwakilan yang lebih besar seiring dengan tumbuhnya kesadaran politik.
Oposisi utama Partai Pheu Thai, yang mengajukan petisi, adalah partai yang dipaksa turun dari kekuasaan dalam kudeta 2014, ketika Prayuth menggulingkan perdana menteri Yingluck Shinawatra, saudara perempuan mantan perdana menteri dan taipan telekomunikasi Thaksin Shinawatra.
Yingluck maupun Thaksin, yang digulingkan dalam kudeta 2006, selarang tinggal di pengasingan di luar negeri.
Prayuth diminta mundur
Pemimpin Pheu Thai, Chonlanan Srikaew, menyerukan agar Prayuth mengundurkan diri.
"Demi negara, Jenderal Prayuth harus mengundurkan diri sehingga kita dapat memulai proses pemilihan perdana menteri berdasarkan konstitusi secepat mungkin," kata Chonlanan dalam sebuah posting di Facebook.
Pendukung Prayuth berpendapat bahwa masa jabatannya dimulai pada 2017, ketika sebuah konstitusi baru mulai berlaku, atau setelah pemilihan 2019, yang berarti bahwa ia tetap berkuasa hingga 2025 atau 2027, jika ia tetap mendapat dukungan di parlemen.
Bahkan jika pengadilan kemudian memutuskan masa jabatan Prayuth telah mencapai batasnya, koalisi yang berkuasa memiliki suara di parlemen untuk memilih perdana menteri berikutnya.
Reaksi publik terhadap penangguhan Prayuth diredam tetapi sekelompok kecil aktivis pro-demokrasi menyalakan kembang api di dekat kediaman perdana menteri pada Rabu malam dan bentrok dengan polisi.
Para pemimpin bisnis mengatakan gejolak politik dapat mengguncang kepercayaan investor terhadap ekonomi terbesar kedua di Asia Tenggara, Bangkok Post melaporkan, tetapi menambahkan bahwa sektor bisnis tetap "optimis".
"Apa pun yang terjadi pada perdana menteri, sektor bisnis tetap optimis bahwa ekonomi Thailand dapat mengelola pertumbuhan," kata Sanan Angubolkul, ketua Kamar Dagang Thailand.
Reuters