TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 2.000 demonstran anti-pemerintah berkumpul di luar parlemen Selandia Baru melampiaskan rasa frustrasi mereka pada berbagai masalah, Selasa, 23 Agustus 2022. Ini demo besar kedua setelah pengunjuk rasa diusir secara paksa dari gedung legislatif enam bulan lalu.
Para pengunjuk rasa, yang diorganisir oleh Koalisi Kebebasan dan Hak, tiba dari seluruh Selandia Baru dan berkumpul di halaman rumput di luar parlemen di ibukota, Wellington, ketika para politisi bekerja di dalam.
Mereka menyerukan kebebasan, memprotes berbagai masalah termasuk peraturan lingkungan yang lebih ketat untuk petani, upaya pemerintah mengambil alih aset air milik daerah dan menuntut penghapusan pembatasan Covid-19.
"Pemerintah kami, mereka tidak benar-benar bekerja untuk kami," kata pengunjuk rasa Danny Hanif yang melakukan perjalanan dari rumahnya di dekat kota Hamilton.
Hanif mengatakan kepada Reuters bahwa pemerintah tidak mendengarkan orang-orang tentang masalah kepemilikan aset air.
Penghalang didirikan di depan parlemen dan ada banyak polisi di sekitar lapangan.
Polisi pada Maret lalu mengakhiri protes anti-vaksin yang mengganggu ibu kota selama tiga minggu, membongkar sebuah perkemahan di lokasi yang sama, menarik kendaraan dan menangkap puluhan demonstran.
Pada hari Selasa, sekitar 250 pemrotes tandingan juga berkumpul dalam upaya untuk melawan kebencian, homofobia, kefanatikan, dan disinformasi dari sayap kanan, kata penyelenggara protes tandingan dalam sebuah posting Facebook.
Perdana Menteri Jacinda Ardern mengatakan kepada wartawan pada hari Senin bahwa parlemen telah lama menyambut pengunjuk rasa damai dan dia ingin ini dilanjutkan. Dia tidak bertemu dengan para pengunjuk rasa pada hari Selasa.
Peringkat persetujuan untuk Partai Buruh Ardern telah anjlok tahun ini menjadi 33%, turun dari 41% dalam polling 1News Kantar Public Poll terbaru yang dirilis bulan ini.
Reuters
