TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Australia Anthony Albanese kecewa terhadap langkah Indonesia memberi remisi atau pengurangan hukuman bagi terpidana bom Bali 1, Umar Patek. Albanese meyakinkan pihaknya akan terus berupaya menjalin kontak diplomatik dengan Indonesia, termasuk soal Umar Patek.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah kepada Tempo, Minggu, 21 Agustus 2022, mengatakan pemberian remisi ini merupakan kewenangan Kementerian Hukum dan HAM RI.
"Sebagai dua negara bersahabat, pemerintah Indonesia dan pemerintah Australia tidak mempunyai hambatan untuk membicarakan berbagai isu, termasuk isu-isu tertentu yang menjadi kepedulian (concern) salah satu negara," kata Faizasyah.
Saat dikonfirmasi Tempo pada hari yang sama, Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjenpas Kemenkumham, Rika Aprianti, menjelaskan pemberian pembebasan bersyarat kepada Umar Patek sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Artinya, yang bersangkutan sama dengan warga binaan lain yang sudah memenuhi persyaratan substantif maupun administratif, yang berhak mengajukan PB (pembebasan bersyarat).
Syarat bagi tahanan yang berhak mendapat pembebasan bersyarat antara lain berkelakuan baik, mengikuti program pembinaan yang baik dan tidak pernah melakukan pelanggaran selama menjalani masa pidana.
Baca Juga:
"Saat ini program PB-nya sedang berproses. Artinya, berdasarkan peraturan undang-undang yang berlaku di indonesia, kami akan salah apabila tidak memberikan hak kepada yang bersangkutan, sedangkan bersangkutan memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan," kata Rika.
Anthony Albanese | Alex Ellinghausen/Pool via REUTERS/File Photo
Dengan remisi terbaru yang diberikan pada Umar Patek, maka total pengurangan masa hukumannya hampir dua tahun. Itu artinya, dia bisa dibebaskan dengan pembebasan bersyarat menjelang peringatan 20 tahun teror bom Bali.
Umar Patek terlibat dalam peristiwa teror bom Bali 1, yang terjadi pada 12 Oktober 2002. Serangan teror itu menewaskan 202 orang.
Umar Patek ditangkap di Pakistan pada 2011 dan diadili di Indonesia. Pada 2012, dia dijatuhi hukuman 20 tahun penjara
“Ini akan menyebabkan penderitaan lebih lanjut bagi warga Australia yang merupakan keluarga korban bom Bali. Kami kehilangan 88 nyawa warga Australia dalam pemboman itu,” kata Perdana Menteri Albanese seperti dikutip Arab News.
Albanese menyatakan pihaknya akan mengirim perwakilan diplomatik ke Indonesia untuk membicarakan hukuman Umar Patek dan berbagai masalah lainnya, termasuk warga Australia yang saat ini dipenjara di Indonesia.
“Peristiwa tersebut memiliki dampak yang mengerikan bagi keluarga korban di Australia yang masih hidup, semacam trauma," kata Albanese kepada Channel 9.
Umar Patek menerima 5 bulan remisi pada peringatan Hari Kemerdekaan, Rabu 17 Agustus 2022, dengan alasan berperilaku baik. Dengan begitu, ia bisa segera bebas bulan ini dari Penjara Porong di provinsi Jawa Timur jika dia mendapat pembebasan bersyarat.
Kakanwil Kemenkumham Jawa Timur, Zaeroji, menyebutkan untuk mendapatkan pembebasan bersyarat, Umar Patek harus menjalani dua pertiga masa pidananya yang jatuh pada 14 Januari 2023.
"Sehingga apabila Umar Patek mendapat remisi umum kemerdekaan antara 5-6 bulan, maka ekspirasi tahanannya akan jatuh pada Agustus 2022," kata Zaeroji kepada media, Rabu 17 Agustus 2022.
Umar Patek adalah salah satu dari beberapa orang yang terlibat dalam serangan bom Bali. Aksi teror itu dilakukan Jemaah Islamiyah, yakni sebuah kelompok militan di kawasan Asia Tenggara yang memiliki hubungan dengan Al-Qaeda. Sebagian besar dari mereka yang tewas dalam pengeboman di pulau resor itu adalah turis asing.
Konspirator lain, Ali Imron, dijatuhi hukuman seumur hidup. Awal tahun ini, militan ketiga, Aris Sumarsono, yang bernama asli Arif Sunarso tetapi lebih dikenal sebagai Zulkarnaen, dijatuhi hukuman 15 tahun usai ditangkap pada 2020 setelah 18 tahun buron.
Jan Laczynski, salah satu korban selamat dari pengeboman, mengatakan kepada Channel 9 banyak warga Australia akan hancur dengan kemungkinan pembebasan Patek. "Orang ini seharusnya tidak keluar tanpa pengawasan, tanpa pengawasan," katanya.
Baca juga: Para Wijayanto, Pentolan Jamaah Islamiyah yang Buron Sejak 2003
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.
Disclaimer. Berita ini direvisi pada 22 Agustus 2022 pukul 08.53 WIB dengan memasukkan tanggapan yang baru dari Kementerian Luar Negeri RI