TEMPO.CO, Jakarta - WHO pada Jumat, 19 Agustus 2022, menerbitkan rekomendasi antibodi monoclonal untuk merawat pasien, yang tertular virus Ebola. Obat yang dimaksud itu adalah Inmazeb dan Ebanga, yang menggunakan monoclonal antibodi untuk memerangi infeksi virus ebola.
WHO yakin penggunaan obat ini, yang digabungkan dengan perawatan yang lebih baik, telah menjadi terobosan dalam perawatan penyakit ini, yang dianggap bisa menyebabkan kematian.
“Dukungan perawatan dan terapi selama lebih dari 10 tahun telah merevolusi pengobatan Ebola. Virus ebola dulu hampir dianggap sebagai penyakit yang mematikan. Namun kasus ini sekarang tidak seperti itu lagi,” kata Robert Fowler, profesor dari Universitas Toronto, Kanada dan co-chair kelompok guideline development WHO.
Menurut Fowler, dengan perawatan yang efektif maka pasien-pasien yang tertular Ebola bisa sembuh cukup cepat. Namun Fowler belum memberikan data yang spesifik.
Logo Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terpampang di pintu masuk kantor pusatnya di Jenewa, 25 Januari 2015. [REUTERS / Pierre Albouy / File Foto]
Rekomendasi baru ini buntut dari sejumlah uji coba obat-obatan untuk melawan demam hemorrhagic di Republik Demokratik Kongo selama wabah ebola terjadi disana selama 2018 – 2020. Janet Diaz, dokter yang juga Kepala unit managemen klinis di program darurat kesehatan WHO, mengatakan obat-obatan untuk menyembuhkan ebola saat ini sudah tersedia di Kongo, namun dibutuhkan upaya tambahan untuk membuat obat itu lebih terjangkau.
“Jalan untuk mengakses (obat) adalah prioritas yang sedang di upayakan saat ini,” kata Diaz.
Wabah ebola pernah menggegerkan dunia pada 2019. Kasus pertama ebola 2019 ditemukan di Republik Demokratik Kongo pada 1 Agustus 2018. Seiring waktu, jumlah korbannya semakin meningkat sehingga WHO menetapkannya sebagai darurat kesehatan global.
Sebelumnya Direktur kedaruratan WHO wilayah Afrika, Ibrahima Soce Fall, mengatakan ada risiko penyakit itu dapat menyebar ke negara tetangga Republik Afrika Tengah dan Kongo Brazzaville.
"Ini mengkhawatirkan tetapi dengan mempertimbangkan peningkatan kapasitas dan pengalaman di Kongo, kami yakin itu dapat diatasi," kata Fall pada konferensi pers di Jenewa.
Kongo melalui 13 wabah Ebola sebelumnya, termasuk salah satunya pada 2018-2020 di wilayah timur negara itu, yang menewaskan hampir 2.300 orang. Angka korban itu jadi yang tertinggi kedua, yang tercatat dalam sejarah negara itu.
Sumber: Reuters
Baca juga: 1 Pasien Ebola di Kongo Meninggal
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.