TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba menyatakan bahwa pihaknya siap menyelesaikan konflik dengan Rusia melalui jalur diplomatik. Akan tetapi, konsep diplomasi antara Ukraina dan Rusia sangat berbeda sehingga menghambat pembicaraan kedua negara.
"Rusia melihat negosiasi sebagai penerimaan ultimatum Rusia oleh Ukraina. Dan kami melihat negosiasi sebagai percakapan antara dua negara berdaulat tentang persyaratan penyelesaian (konflik) yang dapat diterima bersama," kata Kuleba saat jumpa pers virtual dengan wartawan Asia, Rabu, 17 Agustus 2022.
Kuleba mengatakan, saat Rusia mengubah pandangannya soal perundingan tersebut, negosiasi akan dibuka kembali. Ia menambahkan, Ukraina selalu berada dalam posisi bertahan dalam perang ini dan pihaknya tidak akan menyerang teritorial Rusia.
Perundingan Rusia-Ukraina telah digelar sejak 28 Februari 2022. Beberapa pertemuan diselenggarakan di Belarus, kemudian kedua pihak melanjutkan negosiasi dalam format konferensi video. Putaran pembicaraan offline berikutnya berlangsung di Istanbul pada 29 Maret 2022.
Presiden Rusia Vladimir Putin pada 12 April 2022, mengatakan kepada wartawan bahwa Kyiv telah menyimpang dari perjanjian sebelumnya dan membuat proses itu menemui jalan buntu. Kantor Putin mengklaim bahwa Moskow telah menyerahkan rancangan dokumen kesepakatan yang jelas kepada Kyiv dan sedang menunggu tanggapan.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyebut kedaulatan negaranya merupakan syarat mutlak dalam negosiasi perdamaian dengan Rusia. Dia ingin Rusia berhenti menjadi negara teroris dan mengakui kesalahan berdarah yang telah dilakukan di tanah Ukraina.
“Ini bukan sekadar agresi dari suatu negara, tetapi ini adalah perampokan paksa terhadap suatu wilayah. (Rusia) tidak boleh dibiarkan begitu saja tanpa hukuman," kata Zelensky saat bergabung secara virtual di forum publik yang digelar oleh think-tank Foreign Policy Community of Indonesia, Jumat, 27 Mei 2022.
Rusia menginvasi Ukraina sejak 24 Februari 2022. Moskow mengatakan apa yang dilancarkannya sebagai sebuah operasi militer untuk denazifikasi dan demiliterisasi Ukraina.
Sudah hampir 6 bulan perang berlangsung, Rusia masih menggempur negara tetangganya itu. Negara-negara Barat mengecam Kremlin dengan menjatuhkan sanksi ekonomi dan mengirim bantuan senjata ke Ukraina.
Puluhan ribu orang tewas selama perang dan jutaan warga Ukraina pindah ke luar negeri untuk mengungsi. Barat menganggap Rusia melakukan genosida di Ukraina. Moskow berulang kali membantah serangannya menargetkan warga sipil.
Pertempuran Rusia dan Ukraina kini fokus di wilayah timur Donbas. Ukraina menyatakan tengah mempersiapkan serangan balasan di fase baru invasi Ukraina.
Beberapa waktu lalu, Putin meyakinkan operasi militernya berjalan sesuai rencana. Dia menegaskan tidak ada tekanan untuk menghentikan perang dalam waktu dekat.
Baca: Pekerja PLTN Zaporizhzhia Khawatirkan Keselamatan Dunia, Bisa Seperti Chernobyl
DANIEL AHMAD