TEMPO.CO, Jakarta - Ribuan warga Lebanon pada Kamis, 4 Agustus 2022, berunjuk rasa di Ibu Kota Beirut, untuk memperingati dua tahun peristiwa ledakan di pelabuhan Beirut akibat tumpukan bahan kimia berbahaya. Demonstran, yang melakukan aksinya dengan mulut diperban, menuding pemerintah gagal mengungkap kebenaran di balik ledakan tersebut.
Aksi turun ke jalan itu dilakukan sebagai pengingat saat ladang-ladang gandum hancur akibat ledakan pada 4 Agustus 2020. Titik ledakan hanya berjarak ratusan meter dari kerumunan warga yang sedang menikmati pemandangan tepi laut.
“Melihat asap membumbung tinggi, apalagi mengingat saya berada di sini saat musibah terjadi, itu adalah ingatan yang buruk. Itu adalah asap yang sama yang berasal dari biji-biji gandum yang terbakar,” kata Samer al-Khoury, 31 tahun, yang ikut berunjuk rasa.
Kondisi silo biji-bijian yang rusak akibat ledakan Pelabuhan Beirut 2020 di Beirut, Lebanon, 28 Juli 2022. Silo biji-bijian di Pelabuhan Beirut yang dihantam ledakan berisiko runtuh setelah mengalami kebakaran bulan ini, demikian disampaikan Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati pada Rabu, 27 Juli 2022. (Xinhua/Bilal Jawich)
Demonstra, yang menggunakan kaos dengan stempel tangan berwarna darah, melakukan aksi jalan dari kantor Kementerian Kehakiman Lebanon menuju tepi laut dan bergerak ke gedung parlemen di jantung kota Beirut. Ledakan dua tahun lalu itu, menewaskan setidaknya 220 orang.
Ledakan tersebut tercatat sebagai ledakan non-nuklir terbesar dalam sejarah. Ledakan terjadi karena tumpukan nitrat ammonium di sebuah gudang penyimpanan di Pelabuhan Beirut dan terabaikan sejak 2013.
“Penting bagi saya untuk berada di sini karena penting bagi kami untuk menanyakan keadilan dan pertanggung jawaban atas apa yang telah terjadi,” kata Stephanie Moukheiber, 27 tahun, warga Lebanon yang tinggal di Kanada dalam 10 tahun terakhir dan memutuskan liburan di kampung halaman pada musim panas ini.
Menurut Moukheiber, apa yang terjadi bukan sebuah kesalahan, namun sebuah pembantaian yang menghancurkan sebuah kota.
Beberapa pejabat dituding bertanggung jawab atas musibah ini, namun sampai sekarang belum ada yang ditahan atas pertanggung jawaban mereka. Para elit politik yang memimpin pemerintahan, lumpuh oleh korupsi dan mereka yang mengawasi Lebanon jatuh dalam krisis politik serta ekonomi.
Lebanon saat ini dipimpin oleh Presiden Michel Aoun. Dia mengatakan beberapa hari setelah ledakan terjadi, dia diperingatkan soal gudang – gudang penyimpanan bahan kimia di pelabuhan dan meminta sejumlah kepala keamanan agar melakukan hal yang perlu dilakukan.
Perdana Menteri Lebanon yang berkuasa kala itu juga diperingatkan oleh Aoum, namun tidak ada seorang pun yang memperingatkan masyarakat perihal bahayanya bahan-bahan kimia tersebut. Sebuah investigasi untuk mengungkap biang keladi ledakan, sudah terhenti selama enam bulan.
Sumber: Reuters
Baca juga: Ledakan Pabrik V Pupuk Kaltim, Polisi: Masih Ada Pipa Gas Amonia yang Diwaspadai
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.