TEMPO.CO, Jakarta - Baru-baru ini, puluhan WNI disekap di Kamboja dan diduga menjadi korban perdagangan manusia dengan modus bekerja di perusahaan investasi bodong. Salah satu pekerja migran Indonesia (PMI) yang pernah berangkat ke Kamboja, Yanto (bukan nama sebenarnya), mengaku masih merasakan dampak psikologis akibat pemukulan yang dialaminya.
"Masih ada rasa trauma," kata Yanto kepada Tempo, Selasa, 2 Agustus 2022. Ia menambahkan, enggan menceritakan lebih rinci pengalamannya bekerja di Kamboja dan berharap segera pulih secara mental.
Pemerintah melalui KBRI Phnom Penh pada Minggu, 31 Juli 2022, telah mengevakuasi 62 WNI terduga korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang dipekerjakan di perusahaan investasi bodong serta judi online di Kamboja.
Yanto, 19 tahun, bukan bagian dari 62 WNI yang dikeluarkan setelah disekap baru-baru ini. Dia adalah WNI asal Medan yang mencari peruntungan ke Kamboja untuk bekerja sebagai Marketing di perusahaan SMB sejak 4 April 2022. Saat itu, dia diajak sejawatnya, Jason.
Korban tinggal di mess perusahaan bersama tiga PMI lainnya. Tiga rekan sekamar korban mengkonsumsi narkoba. Dia dipaksa perusahaan untuk membuat video pengakuan yang menyatakan korban juga menggunakan narkoba. Yanto kemudian di-PHK tanpa uang pesangon. Korban sama sekali tidak menggunakan narkoba, tapi perusahaan memanipulasi sedemikian rupa, supaya memecatnya.
Setelah diberhentikan dari pekerjaan, Yanto pindah ke hotel bersama tiga teman sekamarnya. Pada pertengahan April, korban dipukuli karena rekan sekamar meminta uang secara paksa kepadanya. Usai peristiwa itu, dia meminta bantuan ke KBRI dan mengadu ke Migrant CARE, sampai kemudian pulang pada 1 Mei 2022.
Berdasarkan catatan KBRI Phnom Penh, kasus perdagangan manusia di Kamboja bukan kali ini saja terjadi. Pada 2021, 119 WNI korban investasi bodong telah dipulangkan ke Indonesia. Tahun ini, kasus serupa semakin meningkat. Hingga Juli 2022, tercatat 291 WNI menjadi korban, dengan 133 orang di antaranya sudah berhasil dipulangkan.
Migrant CARE menyatakan kasus perdagangan manusia di Kamboja ini sudah darurat. Badan itu bahkan mencatat, perkara serupa yang menimpa WNI tidak hanya terjadi di Kamboja, tetapi juga Filipina dan Thailand.
Dari temuan pokok berdasarkan laporan yang diterima Migrant CARE, sebagian dari WNI mengalami kekerasan fisik dari pihak perusahaan yaitu dipukul, dikeroyok, bahkan ada yang disetrum hingga tubuhnya berdarah, lebam sampai bercak-bercak di tubuh. Mereka mengalami penyekapan dengan durasi yang beragam, bahkan ada yang mencapai 12 hari dalam kondisi diborgol dan terus menerima kekerasan.
Salah seorang WNI menyampaikan kesaksiannya di konferensi pers virtual Migrant CARE 'Darurat PMI di Kamboja' pada Senin, 1 Agustus 2022. Dia membenarkan banyak WNI yang kerja di Kamboja, tapi tak mendapatkan hasil apa-apa.