TEMPO.CO, Jakarta - ASEAN mengecam keras Myanmar karena telah memberlakuan eksekusi mati terhadap empat aktivis demokrasi negara itu. ASEAN menyatakan perbuatan eksekusi mati itu sangat tercela.
Junta memvonis hukuman mati kepada mantan legislator Phyo Zeya Thaw, aktivis demokrasi Kyaw Min Yu, Aung Thura Zaw, dan Hla Myo dalam persidangan tertutup Januari 2022. Rezim militer Myanmar pada Senin, 25 Juli 2022, mengkonfirmasi putusan itu (hukuman mati) telah dijalankan.
Ke-4 terpidana mati itu, dituduh telah membantu melawan militer. Militer Myanmar merebut kekuasaan dalam kudeta pada Februari 2021, yang dipimpin oleh Jenderal Senior Min Aung Hlaing.
“Pelaksanaan hukuman mati itu hanya seminggu sebelum pertemuan ke-55 tingkat menteri ASEAN. Kebijakan itu sangat tercela,” demikian bunyi pernyataan Pemerintah Kamboja, yang memegang Keketuaan ASEAN tahun ini, Selasa, 26 Juli 2022.
ASEAN menilai eksekusi mati itu, juga menunjukkan kurangnya itikad dari militer Myanmar dalam mendukung Konsensus Lima Poin yang telah disepakati seluruh anggota ASEAN dalam membantu mewujudkan perdamaian di negara yang dulu bernama Burma.
Lima poin tersebut dimaksudkan guna membangun kepercayaan dan keyakinan untuk melahirkan dialog di antara semua pihak terkait, mengakhiri kekerasan serta meringankan penderitaan orang-orang yang tidak bersalah.
Sebelumnya, Perwakilan Indonesia di ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR), Yuyun Wahyuningrum, dalam pernyataan tertulis Senin, 25 Juli 2022, mengaku sangat kecewa dengan kebijakan otoritas Myanmar. Sebab, meskipun banyak kritik dan seruan dari dunia internasional untuk menghentikan eksekusi, otoritas junta Myanmar tetap melanjutkannya.
Yuyun mencatat, ASEAN dalam pertemuan AICHR pada Juni lalu, telah memperingatkan junta Myanmar untuk tidak mengeksekusi para aktivis tersebut. Namun imbauannya tidak digubris sama sekali.
ASEAN Parlementarians for Human Rights (APHR) juga menyampaikan kecamannya. Dalam pernyatannya, APHR menyatakan eksekusi mati aktivis oleh junta Myanmar merupakan barbarisme yudisial.
"Hukuman mati ini harus dilihat sebagai upaya militer Myanmar untuk memberikan lapisan legalitas pembunuhan politik," kecam APHR dalam sebuah pernyataan.
Eksekusi mati para aktivis ini memicu kecaman dari kelompok HAM baik di tingkat kawasan ataupun global. Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Australia, Uni Eropa, sampai PBB juga menyerukan kecamannya.
Tidak ada informasi detail soal bagaimana dan kapan persisnya eksekusi itu dilaksanakan. Anggota keluarga dari tahanan yang dihukum mengatakan pada Senin, 25 Juli 2022, bahwa mereka belum diberitahu tentang eksekusi ini sebelumnya, dan tidak diizinkan untuk mengambil jenazah.
Adapun, eksekusi tersebut menandai penggunaan pertama hukuman mati di Myanmar dalam beberapa dasawarsa. Menurut Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP), yakni sebuah kelompok aktivis, eksekusi yudisial terakhir di Myanmar terjadi pada akhir 1980-an. Berdasarkan eksekusi mati di Myanmar sebelumnya, hukuman mati dilakukan dengan cara digantung.
REUTERS | ANTARA
Baca juga: Ramos Horta: Masuk Surga Lebih Gampang Dibandingkan Jadi Anggota ASEAN
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.