TEMPO.CO, Moskow -Kisah-kisah yang menyangkut Uni Soviet sampai saat ini masih memiliki daya tarik bagi banyak orang, termasuk ambruknya negeri yang dulu bernama Kekaisaran Rusia dengan penguasa terakhir Tsar Nicholas II itu.
Dilansir dari situs britannica.com, awal dari runtuhnya kekaisaran berusia 300 tahun tersebut berasal dari akibat pecahnya Perang Dunia I. Tak hanya banyak memakan korban jiwa, tetapi PD I juga mengakibatkan kerajaan-kerajaan di Eropa menderita kemiskinan.
Jengah dengan penguasa yang otokrasi absolut, membawa rakyat ke jurang kemiskinan, hingga peristiwa Bloody Sunday, membuat kemarahan rakyat semakin memuncak kepada Tsar Nicholas II beserta keluarga kerajaan.
Pada 8 Maret 1917, ribuan pekerja perempuan, prajurit kerajaan, dan sebagian besar warga turut memprotes Tsar untuk turun dari tahtanya. Lalu, tepat pada tanggal 15 Maret 1917 Sang Tsar turun dari tahtanya dan digantikan dengan Pemerintahan Rusia Sementara.
Pada saat berdirinya Pemerintahan Rusia Sementara, Tsar bersama keluarga kerajaan masih dapat bernafas lega.
Dikutip dari saint-petersburg.com, pengasingan Tsar beserta keluarganya dianggap sama seperti liburan. Tsar Nicholas II beserta Tsarina Alexandra dan lima anaknya; Olga, Tatiana, Maria, Anastasia, dan Alexei dipindahkan ke rumah mewah bekas gubernur di Siberia Barat. Selama masa penahanan itu, mereka bersenang-senang seperti membaca buku, berolahraga, bahkan bermain bersama.
Namun, seseorang dari golongan Bolshevik bernama Vladimir Lenin tak senang dengan revolusi yang telah dilakukan. Walau telah merubah bentuk Uni Soviet dari monarki ke arah republik, banyak krisis yang terjadi hingga sangat berpengaruh pada bidang ekonomi dan politik. Akhirnya Lenin memimpin sebuah revolusi kembali untuk menggulingkan Pemerintahan Rusia Sementara.
Di dalam buku Para Penggerak Revolusi, Lenin akhirnya...