TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Luar Negeri Singapura menjelaskan bentuk kunjungan Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa ke negaranya. Menurutnya, perjalanan Gotabaya ke Singapura adalah kunjungan pribadi.
"Dia tidak meminta suaka dan dia juga tidak diberikan suaka. Singapura umumnya tidak mengabulkan permintaan suaka," tulis Kemlu Singapura dalam sebuah pernyataan, Kamis, 14 Juli 2022.
Gotabaya Rajapaksa tiba di Singapura pada Kamis malam setelah sebelumnya kabur dari Sri Lanka ke Maladewa akibat terdesak demonstrasi massa yang mengepung rumahnya. Desas-desus negosiasi permintaan suaka Gotabaya mencuat di media karena kegagalannya mendarat di Negeri Singa pada Kamis pagi.
Pada Kamis malam, Gotabaya Rajapaksa mengirim surat pengunduran dirinya sebagai presiden Sri Lanka melalui email kepada Ketua Parlemen Mahinda Yapa Abeywardenaon. Parlemen disebut tengah memeriksa legalitas dokumen tersebut. Menurut seseorang yang mengetahui situasi tersebut, Presiden berusia 73 tahun itu bertolak ke Singapura dengan penerbangan maskapai Arab Saudi.
Sebelumnya, Ketua Majelis (Parlemen) Maladewa Mohamed Nasheed mengumumkan bahwa Presiden Sri Lanka Rajapaksa telah mengundurkan diri. Nasheed, yang juga mantan presiden Maladewa membantu merundingkan pelarian Rajapaksa dari Sri Lanka.
“Presiden Sri Lanka GR telah mengundurkan diri. Saya berharap Sri Lanka sekarang dapat bergerak maju. Saya yakin Presiden tidak akan mengundurkan diri jika dia masih di Sri Lanka, dan takut kehilangan nyawanya. Saya memuji tindakan bijaksana Pemerintah Maladewa. Harapan terbaik saya untuk rakyat Sri Lanka," kata Nasheed dalam sebuah cuitan pada Kamis malam.
Unjuk rasa besar-besaran berlangsung di Sri Lanka pada Sabtu, 9 Juli 2022. Massa menuntut pengunduran diri Presiden Gotabaya Rajapaksa dan Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe. Para pengunjuk rasa menduduki Istana Presiden, kediaman resmi Perdana Menteri, dan menguasai kantor sekretariat presiden yang terletak di Galle Face Green. Tempat-tempat itu jadi pusat konsentrasi massa untuk berunjuk rasa.
Masyarakat Sri Lanka menyalahkan Gotabaya Rajapaksa atas runtuhnya ekonomi yang bergantung pada pariwisata. Krisis ekonomi di Sri Lanka kian parah sejak dihantam pandemi COVID-19.
Keuangan Sri Lanka lumpuh oleh utang yang menumpuk dan potongan pajak yang oleh rezim Rajapaksa. Utang luar negeri Sri Lanka meroket hingga US$ 51 miliar atau sekitar Rp 757 triliun. Sri Lanka tidak bisa membayarnya.
Sri Lanka tidak memiliki uang untuk mengimpor barang-barang pokok. Sri Lanka hampir tidak memiliki sisa dolar untuk mengimpor bahan bakar, yang telah dijatah secara ketat.
Adapun menurut Ranil, Dana Moneter Internasional (IMF) telah mencatat butuh empat tahun untuk menstabilkan ekonomi Sri Lanka. Tahun pertama adalah yang terburuk.
Baca: Ketua Parlemen Sri Lanka Terima Pengunduran Diri Presiden Gotabaya Rajapaksa
KEMLU SINGAPURA | REUTERS