TEMPO.CO, Jakarta - Sudah dua pekan terakhir, Thusitha Kahaduwa, meninggalkan mobilnya di garasi dan berkeliling melayani pasien-pasiennya menggunakan sepeda. Kahaduwa, 41 tahun, adalah seorang dokter yang tinggal di Ibu Kota Kolombo, Sri Lanka.
Kahaduwa, hanyalah satu dari ribuan tenaga profesional di Sri Lanka yang harus mengganti moda transportasi mereka ke roda dua (sepeda). Mereka mengayuh sepeda untuk ke kantor hingga berbelanja setelah negara itu terperosok dalam krisis ekonomi terburuk sejak meraih kemerdekaan pada 1948. Suplai bahan bakar di Sri Lanka sekarang sangat susah.
“Pertama, untuk bisa mendapatkan bensi – harus antri dua hingga tiga jam. Sekitar tiga pekan lalu, saya bahkan harus antri sampai tiga hari di pom bensin. Membeli sepeda adalah bentuk keputus-asaan,” kata Kahaduwa.
Sejumlah konsumen menunggu di luar toko sepeda untuk membeli sepeda setelah terjadi krisis kelangkaan bahan bakar. Sumber : Reuters
Cadangan devisa Sri Lanka nyaris mendekati nol. Itu artinya, untuk bisa mengimpor pupuk, bahan makana dan obat-obatan bagi 22 juta jiwa warganya, harus tertatih.
Sudah dua pekan tidak ada pengiriman barang yang tiba di Sri Lanka. Sekolah tatap muka ditiadakan sementara, warga Sri Lanka diminta bekerja dari rumah, dan bahan bakar yang tersedia hanya boleh untuk sektor krusial. Belum ada kabar kapan pengiriman bahan bakar akan tiba di Sri Lanka.
Kelangkaan bahan bakar telah membuat jalan-jalan di Ibu Kota Kolombo sekarang dipenuhi oleh sepeda. Permintaan sepeda meroket, namun stok terbatas. Harga sepeda baru, mau pun bekas sekarang naik hampir dua kali lipat.
Spare parts dan aksesoris sepeda, bahkan helm dan kunci sepeda, juga mengalami kekurangan suplai di Sri Lanka. Salah satu pemilik toko sepeda, Victor Perera, mengatakan dia berhasil menjual hingga 20 unit sepeda dalam tempo sebulan.
“Karena kelangkaan bahan bakar, semua orang sekarang membutuhkan sepeda,” kata Perera.
Suplai sepeda dibatai karena otoritas di Sri Lanka telah melarang impor dan hanya membolehkan impor untuk barang kebutuhan pokok saja demi menghemat devisa yang tersisa.
“Impor sepeda dilarang sehingga importir menjual stok-stok sepeda mereka dengan harga tinggi. Sekarang sudah tidak ada lagi sepeda yang bisa dijual,” ujarnya.
Baca juga: Tour de France 2022: Wout van Aert Kuasai Etape 4, Kian Mapan di Puncak Klasemen
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.