TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe membawa kabar buruk dengan menyatakan bahwa Sri Lanka bangkrut. Negara itu menderita krisis keuangan terburuk dalam beberapa dekade, membuat jutaan orang berjuang untuk membeli makanan, obat-obatan dan bahan bakar.
Wickremesinghe mengatakan kepada anggota parlemen bahwa negosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk menghidupkan kembali ekonomi negara itu kian sulit. Sebabnya negara Asia Selatan berpenduduk 22 juta itu telah memasuki pembicaraan sebagai negara bangkrut, bukan negara berkembang.
"Kami sekarang bernegosiasi sebagai negara bangkrut. Oleh karena itu, kami harus menghadapi situasi yang lebih sulit dan rumit dari negosiasi sebelumnya," kata Wickremesinghe di parlemen, Selasa, 6 Juli 2022.
"Karena negara kita dalam keadaan bangkrut, harus mengajukan rencana keberlanjutan utang kita ke (IMF) secara terpisah," ujarnya. "Saat IMF puas dengan rencana itu, kami dapat mencapai kesepakatan di tingkat staf. Ini bukan proses yang mudah."
Sri Lanka bangkrut berada di tengah-tengah krisis keuangan terburuk dalam tujuh dekade. Cadangan devisa anjlok ke rekor terendah, dengan dolar hampir habis untuk membayar impor sejumlah komoditas penting termasuk makanan, obat-obatan dan bahan bakar.
Sekolah telah ditangguhkan dan bahan bakar telah dibatasi. Di beberapa kota besar, termasuk di ibukota Kolombo, ratusan orang mengantre berjam-jam untuk membeli bahan bakar. Kadang pengunjuk rasa bentrok dengan polisi dan militer saat sedang menunggu antrean.
Pada Minggu, Menteri Energi Sri Lanka, Kanchana Wijesekera, mengatakan negara itu memiliki bahan bakar yang tersisa kurang dari satu hari. "Dalam hal bahan bakar dan makanan, negara kita akan menghadapi krisis pada suatu saat. Bahan bakar langka dan harga pangan naik," katanya.
Ia menambahkan krisis internasional seperti perang Rusia di Ukraina telah memperburuk keadaan. “Akibat krisis global belakangan ini, situasi ini menjadi lebih akut dan kami yang berada di penggorengan jatuh ke dalam oven,” kata Wijesekera.
Pada Selasa, Perdana Menteri Wickremesinghe berharap bahwa laporan tentang restrukturisasi utang dan keberlanjutan akan diserahkan kepada IMF pada bulan Agustus. Setelah ada kesepakatan, program bantuan pinjaman komprehensif akan disiapkan untuk jangka waktu empat tahun.
Pidatonya di parlemen diinterupsi oleh anggota parlemen oposisi yang meneriakkan teriakan Harus pulang. Mereka merujuk pada Presiden Gotabaya Rajapaksa yang hadir dalam pertemuan itu.
Selama berbulan-bulan, sejumlah tokoh di Sri Lanka menyerukan agar Rajapaksa mengundurkan diri atas tuduhan salah urus ekonomi. Wickremesinghe mengatakan pada akhir tahun ini, inflasi akan naik menjadi 60 persen.
"Ini akan menjadi perjalanan yang sulit dan pahit," kata Wickremesinghe. "Tapi kita bisa mendapatkan kelegaan di akhir perjalanan ini. Kemajuan bisa dicapai."
Baca: Inflasi di Sri Lanka Diprediksi sampai 60 Persen
CNN