TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Kanada Melanie Joly akan hadir di Foreign Ministers' Meeting atau FMM G20 Bali pada Kamis dan Jumat, 7 sampai 8 Juli 2022. Dalam acara G20 tingkat menteri luar negeri itu, Joly bakal menyampaikan posisinya untuk mendukung kedaulatan dan integritas teritorial Ukraina.
Selain agenda utama G20 seperti tantangan perubahan iklim dan pandemi Covid-19, Joly juga bakal menyampaikan perhatian atas disinformasi Rusia pasca invasi ke Ukraina. Selain itu, ia akan menyentuh isu krisis pangan yang juga ditengarai telah diperparah oleh operasi militer Moskow.
“Pertemuan G20 ini terjadi pada titik kritis dalam sejarah, dan tidak akan menjadi 'business as usual',” kata Joly dalam keterangan pers yang diterima Tempo, Rabu, 6 Juli 2022.
Joly juga menyatakan tidak akan berjabat tangan dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov. Dia mengatakan kepada The Canadian Press, bahwa dia berencana untuk membidik kebohongan Lavrov tentang invasi ke Ukraina.
“Saya akan menghadapinya dengan fakta dan mengungkap narasi Rusia apa adanya: kebohongan dan disinformasi,” katanya dalam keterangan tertulis, dikutip Globe and Mail.
Perang di Ukraina telah menyebabkan dinamika di forum G20. Negara-negara Barat mengusulkan pada Indonesia sebagai presidensi G20 tahun ini agar tidak mengundang Presiden Vladimir Putin ke KTT Bali, setelah invasi Rusia ke Ukraina.
Boikot terhadap Rusia juga terjadi di tingkat kementerian. Saat pertemuan Menteri Keuangan di Washington D.C. pada April lalu, Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen dan teman-temannya dari negara G7 seperti Kanada dan Inggris, walk out saat perwakilan Rusia berbicara.
Pada Maret lalu, Joly dan mitranya walk out dari pertemuan PBB di Jenewa ketika Lavrov mulai berbicara. Negara-negara Barat, termasuk Kanada, menjatuhkan sanksi ke Rusia akibat invasi ke Ukraina.
Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva telah mengkonfirmasi Lavrov akan menghadiri pertemuan tingkat menteri luar negeri G20 di Bali. Ia menyatakan, Rusia tidak mau ambil pusing dengan ancaman boikot negara Barat dalam forum tersebut.
"Itu terserah perwakilan masing-masing negara. Jika itu terjadi, maka kami menganggapnya sebagai upaya untuk menggagalkan pembicaraan yang substantif," kata Dubes Rusia kepada Tempo belum lama ini.
DANIEL AHMAD