TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe memperkirakan inflasi di negaranya akan meningkat hingga 60 persen pada akhir tahun. Ranil mengatakan, pemerintah akan menstabilkan rupee sesegera mungkin, dan akan membatasi pencetakan uang di masa depan.
Komentar Ranil itu diucapkan ketika Sri Lanka memutuskan memperpanjang penutupan sekolah selama satu minggu ke depan. Sebab tidak ada bahan bakar bagi guru dan orang tua untuk membawa anak-anak ke ruang kelas.
Utang luar negeri yang besar telah membuat Sri Lanka tidak punya pemasok yang mau menjual bahan bakar mereka secara kredit. Stok bahan bakar yang tersedia, akan dipakai untuk layanan penting, di antaranya tenaga kesehatan dan pelabuhan, transportasi umum dan distribusi makanan. Pejabat di Pemerintah Sri Lanka menyatakan, persediaan bahan bakar itu hanya akan cukup untuk beberapa hari.
"Mencari uang adalah tantangan. Ini tantangan besar," kata Menteri Tenaga dan Energi Kanchana Wijesekera kepada wartawan, seperti dilansir ABC, Selasa, 5 Juli 2022.
Wijesekera mengatakan, pemerintah telah memesan stok bahan bakar baru dan kapal pertama berisi 40 ribu metrik ton bahan bakar diesel. Barang itu diharapkan tiba pada Jumat, 8 Juli 2022. Sedangkan kapal pertama yang membawa bensin akan datang pada 22 Juli 2022. Beberapa pengiriman bahan bakar lainnya sedang dalam proses.
Akan tetapi, pihak berwenang Sri Lanka saat ini masih berjuang mencari uang sebesar US$ 587 juta atau Rp 8,8 triliun untuk membayar bahan bakar. Wijesekera menuturkan, Sri Lanka berutang sekitar US$800 juta atau Rp 12 triliun kepada tujuh pemasok bahan bakar.
Krisis ekonomi yang menghantam Sri Lanka saat ini dinilai merupakan yang terparah. Pada 2009, setelah perang saudara di Sri Lanka berakhir, atau bencana tsunami yang menghancurkan pada 2004, ekonomi Sri Lanka tak pernah terpuruk begitu dalam.
Utang luar negeri Sri Lanka meroket hingga US$ 51 miliar atau sekitar Rp 757 triliun. Sri Lanka tidak bisa membayarnya. Tidak adanya uang untuk mengimpor barang-barang pokok.
Perdana Menteri Wickremesinghe berusaha mendapatkan paket bailout dari Dana Moneter Internasional atau IMF. Dia juga mengharapkan bantuan dari India dan Cina agar menjaga perekonomian tetap bertahan.
Aksi protes di Sri Lanka terjadi sejak April 2022. Demonstran menyalahkan Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa dan pemerintahnya atas kesalahan kebijakan yang melumpuhkan ekonomi dan menjerumuskan negara dalam kekacauan. Krisis ekonomi kian parah karena kentalnya nepotisme di negara itu, di mana sebagian besar pejabat di Sri Lanka diduduki oleh keluarga Presiden Rajapaksa.
ABC | REUTERS | AP
Baca juga: Road to Indonesia Digital Conference AMSI Siap Digelar di 8 Wilayah
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.