TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan tertinggi Guinea-Bissau membatalkan vonis dua gembong narkoba, yang dihukum penjara 16 tahun dalam kasus kepemilikan narkotika terbesar di negara Afrika Barat itu, Senin, 4 Juli 2022.
Braima Seidi Ba, warga negara Guinea-Bissau, dan Ricardo Ariza Monje, warga negara Kolombia, pada 2020 dijatuhi hukuman 16 tahun penjara setelah penyitaan 1,8 ton kokain yang disembunyikan di dalam kantong tepung pada September 2019.
Itu adalah penggerebekan narkoba terbesar yang pernah ada di Guinea-Bissau, sebuah negara yang pernah dijuluki oleh PBB sebagai "negara narco" karena keterlibatan para pemimpin militer dan politik senior dalam perdagangan narkoba.
Isu tersebut kembali mengemuka pada bulan Februari, ketika sebuah rapat kabinet pemerintah diserang oleh orang-orang bersenjata berat. Presiden Umaro Sissoco Embalo menggambarkan serangan itu sebagai upaya kudeta yang gagal terkait dengan perdagangan narkoba.
Ba dan Monje diidentifikasi oleh jaksa sebagai tersangka gembong jaringan penyelundupan tetapi tidak pernah ditahan. Sepuluh orang lainnya, yang ditangkap, menerima hukuman penjara antara empat dan 14 tahun.
Dalam putusannya, Mahkamah Agung Guinea-Bissau menolak vonis Ba dan Monje, dengan mengatakan bahwa bukti tersebut tidak membuktikan kesalahan mereka.
Putusan bertanggal 23 Juni itu, pertama kali dilaporkan di media Guinea-Bissau pada hari Jumat, 1 Juli 2022.
Kelompok masyarakat sipil di Guinea-Bissau mengecam keputusan itu sebagai bukti bahwa pengadilan itu "disandera kejahatan terorganisir".
Putusan itu "membahayakan upaya untuk memerangi kejahatan terorganisir transnasional dan mendiskreditkan citra dan kredibilitas negara", kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan pada hari Sabtu.
Kantor Narkoba dan Kejahatan PBB (UNODC) mengatakan pekan lalu bahwa meningkatnya ketidakstabilan di Afrika Barat, rute transit untuk obat-obatan terlarang dalam perjalanan mereka dari Amerika Selatan ke Eropa, memfasilitasi produksi dan perdagangan narkoba.
Reuters