TEMPO.CO, Jakarta - Belasan perusahaan dan pemilik industri senjata Rusia lolos dari sanksi yang dijatuhkan Amerika Serikat dan Barat karena invasi Vladimir Putin ke Ukraina.
Menurut penelusuran Reuters, yang diterbitkan Jumat, 1 Juli 2022, hampir tiga lusin pemimpin perusahaan senjata Rusia dan setidaknya 14 perusahaan pertahanan belum diberi sanksi oleh Amerika Serikat, Uni Eropa atau Inggris.
Selain itu, sanksi terhadap pembuat senjata dan taipan Rusia diterapkan secara tidak konsisten oleh sekutu NATO ini, dengan beberapa pemerintah memberlakukan hukuman dan yang lainnya tidak.
Di antara konglomerat industri senjata yang belum diberi sanksi adalah Alan Lushnikov, pemegang saham terbesar Kalashnikov Concern JSC, produsen asli senapan serbu AK-47 yang terkenal. Ia memiliki 75% saham di perusahaan tersebut.
Perusahaan sudah dikenai sanksi oleh Amerika Serikat pada 2014, tahun ketika Rusia menginvasi dan mencaplok semenanjung Ukraina di Krimea. Uni Eropa dan Inggris menjatuhkan sanksi mereka terhadap Kalashnikov Concern tahun ini.
Perusahaan ini menyumbang 95% dari produksi senapan mesin, senapan sniper, pistol, dan senjata api genggam Rusia, dan 98% dari senapan mesin militer genggamnya, menurut situs webnya dan laporan tahunan terbaru.
Kalashnikov Concern juga memproduksi rudal yang dapat ditembakkan dari pesawat atau di darat.
Lushnikov, mantan wakil menteri transportasi Rusia, pernah bekerja untuk taipan komoditas Gennady Timchenko, teman lama Putin. Amerika Serikat memberi sanksi kepada Timchenko pada 2014 setelah invasi Rusia ke Krimea, menyebutnya sebagai anggota “lingkaran dalam” Kremlin.
Baik Lushnikov, Timchenko atau Kalashnikov Concern tidak menanggapi permintaan komentar.
Ini pola yang sama dengan Almaz-Antey Concern, sebuah perusahaan pertahanan berbasis di Moskow spesialis pembuat sistem rudal dan anti-pesawat. Perusahaan telah diberi sanksi oleh Amerika Serikat, UE, dan Inggris, tetapi CEO Yan Novikov belum dihukum.
Situs web Almaz-Antey menampilkan moto “Langit Damai adalah Profesi Kami.” Perusahaan tersebut membuat rudal Kalibr, yang dipakai Rusia menghancurkan instalasi militer Ukraina di Shyroka Dacha di Ukraina timur, menewaskan apa yang diklaim kementerian pertahanan Rusia lebih dari 50 jenderal dan perwira militer Ukraina.
Juru bicara Kremlin mengatakan "konsistensi dan logika penerapan sanksi, serta legalitas penerapan pembatasan tersebut, adalah pertanyaan yang harus diajukan langsung ke Rusia terhadap negara yang memperkenalkannya."
Temuan Reuters datang ketika Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy mengatakan bahwa sanksi Barat saat ini terhadap Rusia “tidak cukup” karena pasukan Rusia memperoleh keuntungan dalam serangan mereka di wilayah timur Ukraina, Luhansk dan Donetsk.
Militer Ukraina dikalahkan oleh artileri Rusia di tempat-tempat seperti kota industri Sievierodonetsk, yang jatuh ke pasukan Rusia pekan lalu setelah berminggu-minggu pertempuran sengit.
Invasi Rusia telah menewaskan ribuan tentara dan warga sipil Ukraina, tetapi jumlah pastinya tidak diketahui. Kantor hak asasi manusia PBB mengatakan, 4.731 warga sipil telah tewas di Ukraina sejak invasi Rusia dimulai pada 24 Februari, termasuk lebih dari 300 anak-anak.
Sanksi terhadap perusahaan senjata untuk menghambat kemampuan mereka menjual kepada pelanggan asing. Hukuman ini membatasi akses mereka ke komponen impor.
Barat telah memberlakukan sanksi ekonomi pada Rusia untuk menghukum Moskow, namun upaya ini tidak banyak membantu dalam mencegah serangan Rusia ke Ukraina.
Reuters