TEMPO.CO, Jakarta - Serangan rudal Rusia di pelabuhan Odesa, selatan Ukraina, pada Jumat pagi, 1 Juli 2022, menewaskan sedikitnya 10 orang, kata seorang pejabat regional, sehari setelah Ukraina mengusir pasukan Rusia dari pos strategis Laut Hitam di Pulau Ular.
Laporan sebelumnya mengatakan enam orang tewas dalam serangan Rusia malam hari di sebuah bangunan tempat tinggal, termasuk tiga anak-anak.
"Jumlah korban tewas akibat serangan di gedung apartemen bertingkat kini telah meningkat menjadi 10," kata Serhiy Bratchuk, juru bicara pemerintah daerah Odesa di saluran Telegramnya.
Itu terjadi setelah Rusia pada hari Kamis mengatakan telah memutuskan untuk menarik diri dari Pulau Ular sebagai "isyarat niat baik" untuk menunjukkan bahwa Moskow tidak menghalangi upaya PBB untuk membuka koridor kemanusiaan yang memungkinkan pengiriman gandum dari Ukraina.
Ukraina mengatakan telah mengusir pasukan Rusia dari singkapan setelah serangan artileri dan rudal, dengan Presiden Volodymyr Zelenskiy memuji kemenangan strategis tersebut.
"Itu belum menjamin keamanan. Belum menjamin bahwa musuh tidak akan kembali," katanya dalam video pidato malamnya. "Tapi ini secara signifikan membatasi tindakan penjajah. Langkah demi langkah, kami akan mendorong mereka kembali dari laut kami, tanah kami dan langit kami."
Sebaliknya, bagaimanapun, pasukan Ukraina mati-matian bertahan melawan senjata superior Rusia di kota Lysychansk.
Artileri Rusia ditembakkan dari arah yang berbeda sementara tentara Rusia mendekat dari beberapa sisi, kata Gubernur regional Serhiy Gaidai di televisi Ukraina.
"Keunggulan dalam kekuatan tembakan penjajah masih sangat banyak buktinya," kata Zelensky. "Mereka hanya membawa semua cadangan mereka untuk menyerang kita."
Pasukan Rusia telah berusaha mengepung Lysychansk sejak mereka merebut Sievierodonetsk, di seberang Sungai Donets Siverskyi, pekan lalu setelah berminggu-minggu pertempuran sengit.
Di Sievierodonetsk, penduduk telah muncul dari ruang bawah tanah mereka dan menyaring puing-puing kota mereka yang hancur saat mereka ingin membangun kembali.
"Hampir semua infrastruktur kota hancur. Kami hidup tanpa gas, listrik, dan air sejak Mei," kata Sergei Oleinik, seorang warga Sievierodonetsk berusia 65 tahun kepada Reuters. "Kami senang ini berakhir, dan mungkin segera rekonstruksi akan dimulai, dan kami akan kembali ke kehidupan yang kurang lebih normal."
Reuters