TEMPO.CO, Jakarta - USAID melalui program SEGAR (Sustainable Environmental Governance Across Regions) pada Rabu, 29 Juni 2022, menandatangani Memorandum Saling Pengertian (MSP) dengan dua perusahaan asal Indonesia. MSP itu, untuk meningkatkan produksi komoditas dan rantai pasokan berkelanjutan, pengelolaan tata guna lahan, dan memastikan masyarakat mendapatkan manfaat ekonomi dari praktik bisnis berkelanjutan.
“Kegiatan dunia usaha dapat mendorong emisi gas rumah kaca. Namun, dunia usaha juga dapat berkontribusi memberikan solusi untuk mencegah, melakukan mitigasi, dan beradaptasi terhadap perubahan iklim,” kata Jeff Cohen, Direktur USAID Indonesia.
Dua perusahaan yang menandatangani MSP tersebut adalah PT. Dharma Satya Nusantara, Tbk dan PT. Sawit Sumber Mas Sarana, Tbk. Melalui SEGAR, USAID mendukung dua perusahaan tersebut untuk mengembangkan metode produksi komoditas yang lebih berkelanjutan termasuk di antaranya manajemen pencegahan kebakaran gambut dan lahan serta mitigasi konflik manusia-satwa liar.
“Pembangunan ekonomi berkelanjutan adalah kepentingan semua orang. USAID bangga dapat bekerja sama dengan dunia usaha dan Pemerintah Indonesia untuk mencapai tujuan bersama dalam hal kesinambungan dan pertumbuhan ekonomi untuk generasi mendatang,” tambah Cohen.
Selain itu, USAID melalui SEGAR juga bekerja sama dengan Accountability Framework Initiative (AFi), yakni sebuah inisiatif yang mendukung dunia usaha untuk memperkuat prinsip dan praktik ramah lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) dalam rantai pasokannya.
Kemitraan dengan AFi ini, akan memperluas dan memajukan kegiatan dalam menetapkan, melaksanakan dan memantau komitmen yang efektif terhadap deforestasi, pengurangan dampak konversi ekosistem dari hutan menjadi kawasan produksi, dan HAM dalam rantai pasokan – termasuk di antaranya memastikan semua perusahaan menghormati hak-hak masyarakat adat dan masyarakat setempat serta hak-hak pekerja termasuk semua mitranya.
“Kerusakan keanekaragaman hayati merupakan salah satu dari risiko utama terbesar yang dapat mengancam iklim dan lingkungan pada 10 tahun ke depan, selain cuaca ekstrem, kegagalan aksi iklim, dan bencana alam," kata Nur Hygiawati Rahayu, Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Bappenas
Menurut Rahayu, sektor swasta dapat berkontribusi lebih aktif dalam ekonomi hijau yang inklusif dan berkelanjutan. Caranya, melalui program-program restorasi dan konservasi ekosistem yang relevan untuk menjaga stok karbon, serta pelestarian keanekaragaman hayati.
Baca juga: Top 3 Dunia: WNI Pilih Bertahan di Sri Lanka dan KTT G7 Bahas Invasi Rusia
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.