TEMPO.CO, Jakarta - Sri Lanka mengirim dua menteri ke Rusia untuk merundingkan masalah bahan bakar. Kebutuhan minyak di Sri Lanka ditengarai memang makin menipis, khususnya di tengah krisis ekonomi yang berlangsung.
Menteri Listrik dan Energi Sri Lanka Kanchana Wijesekera mengatakan, dua menteri itu dijadwalkan berangkat ke Rusia pada Senin, 27 Juni 2022 waktu setempat, untuk melanjutkan pembicaraan yang telah dijajaki dengan otoritas Rusia soal rencana membeli bahan bakar secara langsung. Isu terkait lainnya juga kemungkinan akan masuk dalam pembahasan.

Wijesekera pada Sabtu, 25 Juni 2022, meminta warga jangan mengantre untuk mendapatkan bahan bakar. Sebab pengiriman yang baru akan ditunda karena alasan perbankan dan logistik.
Dia mengatakan, stok BBM langka itu akan didistribusikan ke SPBU terbatas sepanjang pekan depan. Ketika pengiriman berikutnya tiba, maka transportasi umum, pembangkit listrik, dan sektor industri akan dijadikan prioritas.
Seperti beberapa negara Asia Selatan lainnya, Sri Lanka tetap netral dalam perang di Eropa. Namun, Wijesekera mengatakan, Kementerian Luar Negeri dan Duta Besar Sri Lanka untuk Rusia telah membuat pengaturan untuk penjualan bahan bakar.
“Ada keuntungan bagi kami jika kami dapat membeli minyak langsung dari pemerintah Rusia atau perusahaan asal Rusia. Ada pembicaraan yang sedang berlangsung," kata Wijesekera kepada wartawan, Minggu, 26 Juni 2022.
Utang luar negeri Sri Lanka meroket hingga US$ 51 miliar atau sekitar Rp 757 triliun. Sri Lanka tidak bisa membayarnya. Tidak adanya uang untuk mengimpor barang-barang pokok. Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe tengah mengupayakan paket bailout dari Dana Moneter Internasional atau IMF. Dia juga mengharapkan bantuan dari India dan China untuk menjaga perekonomian tetap bertahan.
Aksi protes di Sri Lanka telah meletus sejak April 2022. Demonstran menyalahkan Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa dan pemerintahnya atas kesalahan kebijakan yang melumpuhkan ekonomi dan menjerumuskan negara dalam kekacauan. Krisis ekonomi kian parah karena kentalnya nepotisme di negara itu, di mana sebagian besar pejabat di Sri Lanka diduduki oleh keluarga Presiden Rajapaksa.