TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Tunisia menahan mantan Perdana Menteri Tunisia Hamadi Jebali pada Kamis, 23 Juni 2022, atas dugaan tindak pencucian uang. Penangkapan Jebali ini menimbulkan kekhawatiran oposisi atas catatan HAM sejak Presiden Kais Saied merebut kekuasaan eksekutif tahun lalu.

Tim pembela Jebali mengatakan, mereka sudah bertemu dengan kliennya di pusat penahanan untuk penyelidikan kejahatan terorisme.
Kementerian Dalam Negeri Tunisia menolak mengomentari penangkapan Jebali. Kementerian Dalam Negeri Tunisia mengadakan konferensi pers untuk Jumat, 24 Juni 2022, namun tidak memberikan detail apapun (perihal Jebali).
Ennahda adalah partai terbesar di parlemen Tunisia sebelum Presiden Saied membubarkan majelis dan merebut kekuasaan eksekutif pada 2021. Langkah tersebut dicap oleh lawan-lawannya sebagai sebuah kudeta. Saied membantahnya dan beralasan dia hendak menyelamatkan Tunisia dari elit yang korup dan mementingkan diri sendiri.
Keluarga menilai, Presiden Saied bertanggung jawab atas kesejahteraan fisik dan psikologis pada Jebali. Mereka menyerukan masyarakat sipil dan organisasi hak asasi manusia untuk melawan praktik represif ini.
Jebali menjabat sebagai Perdana Menteri pada 2012, namun mengundurkan diri pada 2013 setelah krisis politik. Sebelumnya pada awal tahun ini, polisi menangkap Noureddine Bhiri, Wakil Presiden Partai Ennahda. Bhiri ditahan selama lebih dari dua bulan sebelum dibebaskan tanpa tuduhan apa pun.
Oposisi menilai Saied sering kasak-kusuk dengan polisi dan pengadilan untuk mengincar lawan-lawannya. Akan tetapi Saied menyangkal ini, dan meyakinkan dia bukan seorang diktator.
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.