TEMPO.CO, Jakarta -Rakyat Prancis akan memilih anggota parlemen utama di putaran akhir pemilihan legislatif pada Minggu, 19 Juni 2022. Pada pemilihan kali ini, partai tengah Presiden Emmanuel Macron, yang berambisi untuk mengimplementasikan agenda domestiknya, akan diuji.
Pemilihan diadakan secara nasional untuk memilih 577 anggota Majelis Nasional, cabang paling kuat dari Parlemen Prancis. Dalam pemungutan suara pertama minggu lalu, 12 Juni 2022, koalisi sayap kiri di bawah pimpinan Jean-Luc Melenchon, menunjukan hasil yang sangat kuat.
Meskipun aliansi sentris Macron diproyeksikan untuk memenangkan kursi terbanyak, pengamat memperkirakan koalisinya bisa gagal mempertahankan mayoritas 289 kursi.
Macron sebenarnya sudah menyusun koreografi yang kuat kepada para pemilih awal pekan ini sebelum berangkat ke Rumania dan Ukraina. Dia memperingatkan bahwa pemilihan yang tidak meyakinkan, atau parlemen yang digantung, akan menempatkan negara dalam bahaya.
“Dalam masa-masa sulit ini, pilihan yang akan Anda buat hari Minggu ini lebih penting dari sebelumnya. Tidak ada yang lebih buruk daripada menambahkan kekacauan Prancis ke kekacauan dunia," kata Macron seperti dikutip The Independent, Ahad 19 Juni 2022.
Setelah terpilih menjadi presiden lagi pada Mei, koalisi tengah yang dipimpin Macron memang memiliki misi mendapatkan mayoritas parlemen demi mengimplementasikan janji kampanyenya. Beberapa janji program yang dia sampaikan mencakup pemotongan pajak dan menaikkan usia pensiun Prancis dari 62 tahun menjadi 65 tahun.
“Kekecewaan terlihat jelas pada malam putaran pertama bagi para pemimpin partai presiden. Jelas, mereka ingin memiliki momentum baru sekarang dalam perjalanan ke putaran kedua,” kata Martin Quencez, analis politik di The German Marshall Fund Amerika Serikat.
Jika Macron gagal mendapatkan mayoritas, dampaknya tidak hanya akan mempengaruhi politik domestik Prancis, namun seluruh Eropa. Analis memperkirakan bahwa pemimpin Prancis harus menghabiskan sisa masa jabatannya lebih fokus pada agenda domestiknya daripada kebijakan luar negerinya.
Apabila Macron kehilangan mayoritasnya dia terpaksa lebih terlibat dalam politik domestik Prancis dalam lima tahun ke depan daripada sebelumnya. Manuvernya di tingkat Eropa internasional akan berkurang.