2. Jokowi Bisa Jadi Penengah Rusia dan Ukraina
Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, melihat ada sisi positif dari rencana kunjungan Presiden RI Joko Widodo ke Moskow pada akhir Juni 2022. Hikmahanto mengatakan, tujuan pertemuan Jokowi dengan Presiden Rusia Vladimir Putin adalah sebuah upaya untuk menciptakan perdamaian antara Rusia dengan Ukraina.
"Jadi presiden perlu mendengar apa yang menjadi isu utama bagi Rusia sehingga melakukan perang yang tidak berkesudahan. Apa yang menjadi ganjalan bagi Rusia dan apa yang dapat menghentikan serangan militer khusus ke Ukraina," kata Hikmahanto kepada Tempo, Sabtu, 18 Juni 2022.
Menurut Hikmahanto, Indonesia memiliki alasan tersendiri mengapa tidak bisa menghentikan kerja sama dengan Moskow. Politik luar negeri bebas aktif, memungkinkan Indonesia tidak berpihak baik ke Ukraina maupun Rusia.
Hikmahanto, yang juga menjabat sebagai Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani menambahkan, kedua negara pasti memiliki alasan tersendiri dalam konflik ini dan menggunakan pasal-pasal yang ada dalam Piagam PBB serta Hukum Internasional.
"Kita tidak seperti Amerika Serikat yang berpihak ke Ukraina dan justru sekarang berhadapan dengan Rusia, dan menjadikan Ukraina sebagai medan perangnya," katanya.
Sebelumnya sebuah sumber dari kantor kepresidenan Rusia atau Kremlin mengatakan kepada TASS pada Selasa, 14 Juni 2022, kalau Presiden Putin akan bertemu dengan Jokowi di Moskow pada 30 Juni mendatang. Sumber situ menyebut, kunjungan Jokowi ini bakal sangat penting.
"Kami sedang mempersiapkannya sekarang," kata sumber tersebut. Sumber Kremlin itu juga membahas forum G20 yang saat ini diketuai Indonesia dan pentingnya hubungan bilateral kedua negara.
Saat dimintai konfirmasi melalui staff komunikasinya, Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva enggan memastikan apapun atas kabar kunjungan Jokowi ini. Sementara, Duta Besar Indonesia untuk Rusia Jose Tavares, belum memberikan keterangan apapun.
Dalam menghadapi konflik Ukraina ini, kata Hikmahanto, Indonesia sebagai negara non-Blok harus berperan sebagai broker perdamaian yang tidak mengutuk pihak manapun dan berupaya mencari solusi. Caranya dengan mendengarkan perhatian masing-masing pihak.
Hikmahanto mengatakan, Indonesia sebagai presidensi G20 juga memiliki kapasitas untuk mengambil peran dalam menengahi perang di Eropa timur ini. Komunikasi intensif birokrasi Kementerian Luar Negeri dan ketidakberpihakan pada satu kelompok dinilai jadi langkah penting.