TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Sri Lanka meminta bantuan ke Perserikatan Bangsa-bangsa untuk menyediakan makanan pokok di tengah ancaman kelaparan rakyatnya. Kekurangan makanan, bahan bakar dan barang-barang penting lainnya, menimbulkan kesengsaraan yag meluas akibat krisis ekonomi.
Kelangkaan pasokan bensin, solar, dan pupuk telah mempersulit petani untuk bercocok tanam. Sementara sektor pertanian masih belum pulih dari kebijakan organik yang merusak hasil panen tahun lalu.
Menurut kantor Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB merencanakan tanggapan krisis pangan untuk menopang cadangan di negara ini. PBB juga akan menawarkan lebih banyak dana untuk pertanian perkotaan.
Ketua parlemen Mahinda Yapa Abeywardana memperingatkan bahwa Sri Lanka menghadapi kekurangan pangan dan kelaparan yang sangat akut pada April. Sekitar setengah dari produksi beras Sri Lanka anjlok tahun lalu. Musim tanam terakhir yang dimulai bulan lalu telah terganggu karena kekurangan pupuk.
Krisis ekonomi yang menyakitkan di Sri Lanka dipicu oleh defisit mata uang asing, membuat para pedagang tidak mampu membayar impor penting termasuk pupuk. Pemerintah sejak itu gagal membayar utang luar negerinya sebesar US$ 51 miliar dan sedang mencari dana talangan Dana Moneter Internasional.
Sebagian besar pupuk Sri Lanka diimpor. Namun tahun lalu Presiden Gotabaya Rajapaksa mengumumkan larangan agrokimia asing karena cadangan devisa negara itu mulai habis.
Kebijakan itu disebut-sebut sebagai upaya untuk menjadikan Sri Lanka sebagai negara pertanian organik 100 persen pertama di dunia. Namun kebijakan itu tiba-tiba dihentikan setelah petani meninggalkan ladang mereka. Kepala kementerian pertanian dipecat Desember lalu setelah memperingatkan bahwa skema tersebut dapat menyebabkan kelaparan pada akhir tahun ini.
Baca: Kapal Tanker Rusia Berlabuh di Sri Lanka untuk Pasok Minyak
NDTV