TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Komisi HAM PBB, Michelle Bachelet, mendesak Cina untuk meninjau kembali kebijakan kontra-terorismenya untuk memastikan mereka mematuhi standar hak asasi manusia internasional.
Bachelet melakukan peninjauan enam hari di Cina, yang berakhir Sabtu, 28 Mei 2022, termasuk ke Xinjiang, namun ia menegaskan bahwa lawatan itu bukan penyelidikan terhadap kebijakan hak asasi manusia Cina tetapi kesempatan untuk terlibat dengan pemerintah negeri itu.
Bachelet memulai perjalanannya ke Cina, yang pertama oleh Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB dalam 17 tahun, pada hari Senin di kota selatan Guangzhou sebelum menuju ke Xinjiang.
Kantornya mengatakan tahun lalu mereka percaya orang-orang Uyghur di Xinjiang telah ditahan secara tidak sah, dianiaya dan dipaksa bekerja.
"Saya telah mengajukan pertanyaan dan kekhawatiran tentang penerapan tindakan kontra-terorisme dan deradikalisasi di bawah penerapan yang luas, terutama dampaknya terhadap hak-hak Uyghur dan minoritas Muslim lainnya," katanya dalam konferensi pers online, Sabtu.
Cina membantah semua tuduhan pelecehan di Xinjiang.
Akses Bachelet dibatasi karena Cina mengatur agar dia melakukan perjalanan dalam "lingkaran tertutup" - mengisolasi orang-orang dalam gelembung virtual untuk mencegah penyebaran COVID-19 - tanpa pers asing.
Kelompok hak asasi manusia dan negara-negara Barat khawatir bahwa Cina akan menggunakan perjalanannya sebagai dukungan atas catatan HAM-nya. Juru bicara Departemen Luar Negeri A.S. Ned Price mengatakan pada hari Selasa bahwa "suatu kesalahan untuk menyetujui kunjungan dalam keadaan seperti itu".
Cina awalnya membantah keberadaan kamp penahanan di Xinjiang tetapi pada 2018 mengatakan telah mendirikan "pusat pelatihan kejuruan" yang diperlukan untuk mengekang apa yang dikatakannya sebagai terorisme, separatisme, dan radikalisme agama di wilayah tersebut.
Bachelet mengatakan dia menyampaikan kepada pemerintah Cina tentang kurangnya pengawasan yudisial yang independen atas pengoperasian "pusat pelatihan" itu dan tuduhan penggunaan kekerasan, perlakuan buruk dan pembatasan ketat pada praktik keagamaan.
Pada 2019, Gubernur Xinjiang Shohrat Zakir mengatakan semua peserta pelatihan telah "lulus".
Selama briefing media, Bachelet juga menggambarkan sebagai "sangat mengkhawatirkan" penahanan aktivis, pengacara, dan jurnalis di Hong Kong.
Reuters