TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Gambia akan menuntut mantan Presiden Gambia Yahya Jammeh atas tuduhan pembunuhan, perkosaan, penyiksaan dan sejumlah tuduhan lainnya, yang terjadi selama pemerintahannya berkuasa lebih dari 20 tahun.
Kementerian Kehakiman Gambia pada Rabu, 25 Mei 2022, mengatakan pihaknya telah menerima sejumlah rekomendasi dari komisi kebenaran, rekonsiliasi dan repatriasi, yang berusaha membuktikan tuduhan-tuduhan yang terjadi di bawah pemerintahan Jammeh yang zhalim pada Juli 1994 – Januari 2017.
Komisi tersebut menyerahkan hasil laporan mereka ke Presiden Gambia Adama Barrow dan sudah diumumkan ke publik pada Desember 2021. Laporan itu, berdasarkan keterangan para saksi mata.
Jammeh saat ini berstatus eksil atau mengasingkan diri di Guinea, yang tidak punya pakta ekstradisi dengan Gambia.
Pemerintah Gambia mengatakan menuntut ke-70 terduga pelaku yang namanya ada dalam laporan komisi tersebut. Di antara nama itu adalah mantan Wakil Presiden Gambia Isatou Njie-Saidy dan para anggotanya yang dinamai Junglers.
“Selama rezimnya (berkuasa), terjadi pembunuhan di luar peradilan, perkosaan, penyiksaan, penghilangan paksa dan sejumlah pelanggaran HAM lainnya, yang menyedihkan, yang menjadi bagian dari pemerintahan junta,” demikian salah satu petikan laporan komisi kebenaran, rekonsiliasi dan repatriasi.
Emmanuel Daniel Joof, Kepala Komisi HAM Gambia mengatakan pihaknya optimis tuntutan pada mantan Presiden Jammeh akan dijalankan pemerintah Gambia saat ini. kendati beigtu, Joof juga memahami kalau tidak semua rekomendasi yang termaktub dalam laporan komisi komisi kebenaran, rekonsiliasi dan repatriasi akan terapkan semua
Sumber: Al Jazeera
Baca juga: Mantan Presiden Moldova Ditahan atas Tuduhan Korupsi
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.