TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum dan Urusan Dalam Negeri Singapura K. Shanmugam menyebut negaranya tidak ingin meminta maaf setelah menolak kehadiran Pendakwah Ustad Abdul Somad atau UAS pada pekan lalu.
Dalam wawancara media pada Senin, 23 Mei 2022, dia mengatakan mayoritas warga Singapura mendukung keputusan menolak masuknya UAS ke negara itu.
"Mereka tahu bahwa di Singapura, semua agama diperlakukan sama, atas dasar yang sama. Somad (UAS) tidak dipilih untuk agamanya, tetapi pandangannya yang tidak dapat diterima dalam konteks Singapura," kata Shanmugam dikutip dari media room Kementerian Dalam Negeri atau MHA Singapura, Selasa 24 Mei 2022.
Ustad Abdul Somad menyampaikan tausiah saat peringatan 14 tahun tsunami Aceh, di Masjid Tengku Mahraja Gurah, kecamatan Peukan Pada, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Rabu, 26 Desember 2018. Bencana gempa bumi dan tsunami Aceh terjadi pada Ahad, 26 Desember 2018. ANTARA/Ampelsa
Sebelumnya melalui akun media sosialnya pada Senin, 16 Mei 2022, UAS mengaku dideportasi dari Singapura. Dia juga mengunggah video saat berada dalam sebuah ruangan seperti penjara imigrasi.
MHA Singapura dalam tiga butir pernyataannya yang dibagikan pada Selasa, 17 Mei 2022, menjelaskan ada empat alasan penolakan UAS. Keempat alasan itu adalah UAS disebut telah menyebarkan ajaran ekstrimis dan segregasionis, mengizinkan bom bunuh diri, merendahkan agama lain, dan menyebut non-muslim sebagai kafir.
UAS dalam sebuah wawancara media pada Rabu, 18 Mei 2022, mengatakan tuduhan yang dialamatkan padanya adalah persoalan lama yang keliru dan dia sudah menjelaskannya berulang kali di YouTube. Dia juga mengaku pernah ditolak di Timor Leste tetapi itu saat dulu sebelum Pemilihan Presiden 2019.
Menurut Shanmugam, Singapura akan melanjutkan pendekatan tanpa toleransi terhadap segala bentuk ujaran kebencian dan ideologi, dan melindungi semua agama secara setara. "Seperti yang saya katakan, saya tidak meminta maaf untuk ini," katanya.
Shanmugam menegaskan, Singapura pada 2019 bahkan mengesahkan Amandemen Undang-Undang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, yang memperketat ketentuan tersebut. Dia sendiri beberapa waktu lalu menyarankan MHA Singapura untuk membuat undang-undang baru soal Kerukunan Ras, yang akan mendorong moderasi dan toleransi antara kelompok ras yang berbeda.
Tekanan terhadap Singapura usai mengusir UAS cukup tinggi. Para pendukung UAS pada pekan lalu berkumpul di luar Kedutaan Singapura di Jakarta dan Konsulat Singapura di Medan untuk memprotes dan menyerukan minta maaf. Tempo telah meminta tanggapan Duta Besar Singapura untuk Indonesia Anil Kumar Nayar melalui sekretarisnya, namun belum ada respons.
Sejak UAS ditolak masuk ke Singapura pada Senin pekan lalu, Shanmugam menyebut, beberapa pengikutnya secara terbuka mengancam di media sosial untuk menyerang Singapura secara fisik. Salah satunya menyerukan agar hal itu dilakukan dengan cara yang mirip dengan serangan 9/11 atau 11 September di New York pada 2001. Ada pula komentar lain, yang menyerukan agar Singapura dibom.
Sumber: Keterangan Pers MHA Singapore | Singapore Today
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.