TEMPO Interaktif, Yerusalem: Israel mulai menggelar pemilihan umum pada Selasa (10/2) ini. Hasil jajak pendapat diperkirakan tidak akan terlalu banyak mengubah peta politik di negara itu.
Persaingan terkuat terjadi antara partai garis keras Likud pimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dengan Kaduma pimpinan Menteri Luar Negeri Tzipi Livni.
Jajak pendapat terakhir memperlihatkan Likud bakal memperoleh 25-27 persen dan Kadima 23-25 persen. Sedang Partai Buruh, yang semula berposisi nomor tiga, kemungkinan bakal ke posisi empat dengan 14-17 kursi.
Posisi ketiga akan didapat Yisrael Beitenu dengan perolehan 18-19 kursi. Partai ini cukup ekstrim. Pimpinannya, imigran Rusia Avigdor Lieberman, sudah menyatakan akan mengatasi masalah di Gaza dengan tangan besi.
Semula Netanyahu berada di atas angin, terutama sikap kerasnya terhadap Palestina. Tapi partai itu dihantam kasus korupsi yang sebelumnya memaksa Ehud Olmert mundur dari posisi perdana menteri.
Parlemen Israel sendiri berisi 120 kursi sehingga untuk berkuasa, dibutuhkan 61 suara. Dalam tradisi Israel, perdana menteri tidak mesti dari partai dengan suara terbanyak di parlemen, tapi mereka yang bisa melakukan koalisi sehingga mengumpulkan kursi setidaknya 61 buah.
Netanyahu berkampanye bahwa, jika terpilih, ia akan menjatuhkan pucuk pimpinan Hamas dan menghentikan serangan roket. Soal perdamaian Palestina? Maksimal membicarakan peningkatan taraf hidup di Tepi Barat. Soal Palestina merdeka, kata Netanyahu, nanti-nanti saja kalau kondisinya sudah siap.
Sikap keras Netanyahu ini sudah diperlihatkan saat ia menjadi perdana menteri pada 1996-1999. Ia mengerem proses damai yang muncul sejak 1993. Caranya, dengan memperluas permukiman Yahudi di wilayah Palestina.
Jajak pendapat memperkirakan ia bakal muncul calon kuat membentuk pemerintahan. Ia sudah menyatakan minatnya berkoalisi dengan Kadima dan Partai Buruh, bukan yang ekstrim seperti partai milik Lieberman.
Pemilu digelar setelah Livni, yang mendukung munculnya negara Palestina berdampingan dengan Israel sebagai pemecahan masalah Timur Tengah, menolak tuntutan partai ultra-Ortodoks Shas. Shas menuntut Livni tidak merundingkan nasib Yerusalem sebagai bagian perundingan damai Timur Tengah.
Meski begitu Livni menjauhkan diri dari pernyataan Olmert yang menyatakan setuju menghapus 60 ribu pemukim Yahudi dari Tepi Barat dan memberi sebagian wilayah Yerusalem untuk Palestina.
AP/NURKHOIRI