TEMPO.CO, Jakarta - Warga Lebanon pada Minggu, 15 Mei 2022, menggelar pemilu parlemen untuk pertama kalinya sejak ekonomi negara itu lumpuh. Pemilu ini akan menjadi ujian apakah kelompok Hezbollah yang akan menang dan sekutu-sekutunya menduduki suara mayoritas parlemen di tengah tingginya angka kemiskinan dan kemarahan warga terhadap partai-partai berkuasa.
Pemilu Lebanon ini diselenggarakan setelah berbulan-bulan ketidak-pastian apakah pemilu akan dilakukan atau tidak. Tempat-tempat pemungutan suara (TPS) dibuka mulai pukul 7 pagi di 15 distrik elektoral.
Lebanon menggelar pemilu parlemen pada Minggu, 15 Mei 2022. Sumber: Reuters
Warga Lebanon yang berusia lebih dari 21 tahun boleh memberikan suara mereka di TPS yang tersebar di kota-kota hingga desa. Setelah kampanye mengecewakan yang tertahan oleh kesulitan ekonomi negara dalam waktu yang cukup lama, sebanyak 3,9 juta warga Lebanon memenuhi syarat untuk memilih.
Lebanon diguncang krisis ekonomi, dimana Bank Dunia menyalahkan hal ini akibat ulah para politikus. Kondisi ini diperparah dengan musibah ledakan di pelabuhan Beirut pada 2020. Ledakan itu merupakan ledakan non-nuklir terbesar dalam sejarah dan memperdalam kemerosotan ekonomi Lebanon secara signifikan.
Para analis mengatakan kemarahan publik terhadap masalah-masalah yang ada saat ini, mendorong sejumlah kandidat Presiden ingin melakukan reformasi di tubuh parlemen.
Dalam pemilu parlemen 2022 ini, total ada 128 kursi yang diperebutkan. Sebagian besar kursi parlemen itu diprediksi akan tetap berada dalam cengkeraman politikus, yang disalahkan atas kesengsaraan negara.
Pemilu parlemen adalah ujian pertama bagi gerakan oposisi yang dimunculkan oleh pemberontakan anti-kemapanan pada 2019. Peristiwa saat itu, secara singkat meningkatkan harapan akan perubahan rezim di Lebanon.
Pemilu ini dinilai menjadi prasyarat untuk menyelamatkan keuangan negara. Tentara dikerahkan ke penjuru Lebanon demi mengamankan jalannya pemilu.
Para pengamat telah memperingatkan untuk tidak mengharapkan perubahan seismik, dengan setiap tuas kekuasaan dipegang teguh oleh partai-partai sektarian tradisional dan sistem pemilihan yang menguntungkan mereka.
Opsi pemilu ini didominasi oleh gerakan Syiah yang didukung Iran, Hezbollah dan dua sekutu utamanya, yakni Partai Amal Syiah dari Ketua Nabih Berri dan Gerakan Patriotik Kebebasan Kristen dari Presiden Michel Aoun.
"Hampir tidak mungkin membayangkan Lebanon memberikan suara yang nyaris sama, namun tampaknya itu adalah hasil yang paling mungkin," kata Sam Heller, seorang analis dari Century Foundation.
Mata uang pound Lebanon telah kehilangan nilainya hampir 95 persen. Tabungan masyarakat diblokir di bank-bank, upah minimum di Lebanon tidak akan cukup untuk membeli bahan bakar. Arus listrik utama juga hanya menyala dua jam sehari.
Lebih dari 80 persen populasi Lebanon sekarang masuk kategori miskin oleh PBB. Sejumlah warga yang putus asa berusaha melarikan diri ke Eropa lewat cara-cara yang berbahaya.
Mati rasa oleh kesulitan sehari-hari dari krisis ekonomi berakibat banyak pemilih terdaftar acuh tak acuh terhadap pemilu, yang mereka ragukan.
Pemilihan hari Minggu ini, mungkin tidak menggulingkan kepemimpinan Lebanon yang dikritik habis. Tapi, beberapa warga Lebanon melihat pemungutan suara itu sebagai ujian penting bagi prinsip-prinsip yang muncul selama pemberontakan Oktober 2019.
Bagi Marianne Vodolian, ledakan dahsyat Agustus 2020 yang merusak Beirut dan menewaskan lebih dari 200 orang, menjadikan pemungutan suara sebagai tugas yang lebih suci.
"Kami menentang rezim yang memerintah kami selama 30 tahun, merampok dan meledakkan kami," kata Vodolian, Juru bicara keluarga korban ledakan, 32 tahun.
Partai-partai oposisi telah berjuang untuk menghadapi tantangan bersama tetapi tetap dapat mengamankan suara yang lebih kuat di parlemen. Kelompok non-pemerintah itu banyak di antaranya berasal dari gerakan protes, yang sekarang sudah tidak ada lagi yang mendukung perubahan sekuler dan demokratis.
"Pemilu adalah kesempatan untuk mengubah sistem dan meminta pertanggung-jawabannya dengan cara yang membuat negara ini layak huni," kata Vodolian.
Salah satu perubahan paling menonjol dalam lanskap pemilihan kali ini adalah tidak adanya mantan perdana menteri Saad Hariri, yang membuat sebagian suara Sunni diperebutkan oleh pemain baru.
Sumber: FRANCE 24 | Reuters
Baca juga: Diserang Roket, Israel Balas Tembak Artileri ke Lebanon
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.