TEMPO.CO, Jakarta - Setidaknya satu orang penderita Covid-19 di Korea Utara meninggal, sementara 187.800 orang dirawat di ruang isolasi setelah demam yang tidak diketahui asalnya telah "menyebar secara eksplosif ke seluruh negeri" sejak akhir April, demikian kantor berita resmi KCNA melaporkan, Jumat, 13 Mei 2022.
Data tersebut mewakili pengakuan yang tidak pernah terjadi sebelumnya bahwa pandemi Covid-19 sudah terjadi di Korea Utara dan dapat menandai terjadinya krisis kesehatan masyarakat, ekonomi dan politik yang parah bagi rezim terisolasi itu.
Para ahli mengatakan bahwa mengingat kemampuan pengujian Korea Utara terbatas, jumlah yang dirilis sejauh ini mungkin mewakili sebagian kecil dari kasus Covid di sana.
Menurut KCNA, sekitar 350.000 orang menunjukkan tanda-tanda demam itu, termasuk 18.000 yang baru melaporkan gejala tersebut pada Kamis.
Setidaknya enam orang dengan gejala demam telah meninggal, dengan salah satu dari kasus tersebut dikonfirmasi telah tertular varian virus Omicron, kata KCNA.
Kee Park dari Harvard Medical School, yang telah bekerja pada proyek perawatan kesehatan di Korea Utara, mengatakan negara itu telah menguji sekitar 1.400 orang setiap minggu, yang hampir tidak cukup untuk mensurvei 350.000 orang dengan gejala.
"Yang lebih mengkhawatirkan adalah banyaknya orang yang bergejala," katanya. "Menggunakan tingkat kematian kasus konservatif 1% dan dengan asumsi lonjakan itu disebabkan oleh varian Omikron, diperkirakan terjadi 3.500 kematian akibat wabah ini."
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengunjungi pusat komando anti-virus pada hari Kamis untuk memeriksa situasi dan tanggapan setelah menyatakan "keadaan darurat paling parah" dan memerintahkan penguncian nasional.
Media pemerintah mengatakan wabah itu dimulai di ibu kota, Pyongyang, pada akhir April, tanpa merinci penyebab potensial. Kota ini menyelenggarakan beberapa acara publik besar-besaran pada 15 dan 25 April, termasuk parade militer dan pertemuan besar di mana kebanyakan orang tidak mengenakan masker.
Kim, yang menghadiri beberapa acara itu, "mengkritik bahwa penyebaran demam secara simultan dengan wilayah ibu kota sebagai pusatnya menunjukkan bahwa ada titik rentan dalam sistem pencegahan epidemi yang telah dibuat," kata KCNA.
Kim mengatakan secara aktif mengisolasi dan merawat orang dengan demam adalah prioritas utama, sambil menyerukan metode dan taktik perawatan ilmiah, dan langkah-langkah untuk memasok obat-obatan.
KCNA juga melaporkan otoritas kesehatan berusaha mengatur sistem pengujian dan perawatan dan meningkatkan pekerjaan desinfeksi.
Korea Utara mengatakan tahun lalu telah mengembangkan peralatan tes PCR sendiri dan menolak pasokan vaksin dari program berbagi global COVAX dan Cina.
Presiden baru Korea Selatan, Yoon Suk-yeol, yang mulai menjabat minggu ini, berencana untuk memberikan vaksin Covid-19 dan dukungan medis lainnya kepada warga Korea Utara, dan pemerintahnya akan membahas perinciannya dengan Pyongyang, kata juru bicaranya.
Juru bicara kementerian unifikasi Korea Selatan mengatakan pada hari Jumat bahwa sekitar 95,4 miliar won (Rp1 triliun) dari dana kerjasama antar-Korea dialokasikan untuk memfasilitasi pertukaran di bidang kesehatan dan medis.
Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengatakan tidak memiliki rencana untuk mengirim vaksin ke Korea Utara tetapi mendukung upaya internasional memberikan bantuan kepada orang-orang yang rentan di sana, dan mendesak Pyongyang untuk memfasilitasi pekerjaan itu.
Reuters