TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Negara sekaligus utusan khusus Kementerian Luar Negeri Jerman bidang Aksi Iklim Internasional, Jennifer Morgan, menuduh krisis pangan yang terjadi disebabkan invasi Rusia ke Ukraina. Dia sependapat dengan Menteri Kerja Sama Bidang Ekonomi dan Pengembangan Jerman Svenja Schulze, yang sebelumnya menuding Presiden Rusia Vladimir Putin mengobarkan perang melalui kelaparan.
"Untuk memperjelas, agresi Rusia menyebabkan krisis pangan ini," kata Morgan saat jumpa pers di Rumah Dinas Kedutaan Besar Jerman di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu, 11 Mei 2022.
"Kami sedang pantau. Kami berhubungan dekat dengan berbagai negara, untuk melihat apa kebutuhan mereka. Kami juga bekerja dengan mitra di seluruh dunia, melalui PBB."
Menurut data WFP (World Food Programe), ada lebih dari 300 juta orang mengalami kelaparan akut. PBB secara terus - menerus merevisi data dengan yang terbaru.
Schulze sudah memperingatkan harga bahan pangan di dunia sudah tiga kali mengalami kenaikan dan sudah menyentuh level tertinggi. Kabar yang terburuknya adalah masyarakat dunia sedang menghadapi kelaparan terburuk sejak Perang Dunia II, dimana jutaan orang bisa meninggal akibat kelaparan.
Bukan hanya itu, Schulze juga mengklaim Rusia telah mencuri gandum Ukraina dan memanfaatkan sejumlah negara-negara yang bergantung ke Negeri Beruang Merah tersebut. Hasil produk pertanian Ukraina konon hanya ditawarkan pada mereka yang benar-benar pro-Rusia.
Schulze mengklaim ada 40 negara yang menjadi tempat tinggal separuh dari populasi dunia yang tidak mengutuk tindakan Rusia ke Ukraina yang sebenarnya menjadi penyebab mereka rentan terhadap pemerasan makanan. Schulze tidak membeberkan bukti untuk mendukung ucapannya itu.
Dalam pernyataan sebelumnya pada 6 Mei 2022, WFP memperingatkan ada 44 juta orang di dunia sedang menghadapi kelaparan. Pasalnya gandum dari Ukraina tidak bisa sampai ke mereka. Muncul seruan agar pelabuhan-pelabuhan Laut Hitam dibuka supaya gandum bisa dikirimkan pada orang yang membutuhkan.
Menurut Morgan, Jerman paling tidak melakukan dua langkah dalam menghadapi krisis pangan imbas agresi Rusia. Pertama melalui sanksi, dengan harapan perang segera berhenti. Kedua, terus memberikan bantuan kemanusiaan dan komunikasi dengan negara lain yang juga sedang dilanda kesusahan.
Berbeda dari para pejabat Jerman, Kepala Lembaga Swadaya Masyarakat Welthungerhilfe (WHH), Mathias Mogge, memperingatkan dampak bila Rusia dikucilkan dari acara internasional, termasuk pertemuan G20. Menurut Mogge hal itu bisa memperlambat upaya mengatasi krisis pangan global yang diperburuk oleh perang Rusia Ukraina.
Mogge mengatakan sangat penting untuk menjaga komunikasi dengan Rusia, salah satu negara produsen gandum terbesar di dunia. “Tentu saja, Rusia adalah agresor di sini, perlu ada sanksi dan lain sebagainya. Tetapi, dalam situasi kemanusiaan seperti yang kita miliki saat ini, harus ada jalur komunikasi yang terbuka.” katanya saat wawancara dengan Reuters akhir Maret.
Dia mengharapkan, para pemimpin negara-negara G7 bisa mengatasi masalah ini pada pertemuan mereka yang akan datang. Dia berpendapat, Rusia memiliki kapasitas memainkan peran konstruktif dalam mengurangi kelaparan di seluruh dunia, seperti saat mereka jadi anggota G8 pada 2007-2008.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.