TEMPO.CO, Jakarta - Polisi Hong Kong menangkap Kardinal Joseph Zen, salah satu pastor Katolik paling senior di Asia, dan empat orang lainnya yang membantu menjalankan dana kemanusiaan untuk para pengunjuk rasa, Rabu, 11 Mei 2022.
Satu sumber yang mengetahui masalah tersebut mengatakan kepada Reuters bahwa lima orang telah ditangkap yaitu Zen, 90 tahun, dan pengacara senior Margaret Ng, 74 tahun, aktivis dan penyanyi pop Denise Ho, mantan anggota parlemen Cyd Ho, dan mantan akademisi Hui Po-keung.
Zen telah lama menjadi pendukung gerakan demokrasi di Hong Kong dan Cina, dan berbicara menentang otoritarianisme Cina yang berkembang di bawah Presiden Xi Jinping.
Hui ditangkap di bandara pada Selasa malam karena tuduhan "kolusi dengan pasukan asing" menurut laporan media, sementara Ho sudah di penjara untuk kasus terpisah.
Zen dan yang lainnya menghadapi tuduhan yang sama, kata media.
Kelimanya adalah wali "Dana Bantuan Kemanusiaan 612" yang membantu para pengunjuk rasa yang telah ditangkap selama protes pro-demokrasi dan anti-Cina pada 2019 untuk membantu membayar biaya hukum dan medis mereka.
Zen dan yang lain belum bisa dihubungi. Keuskupan Katolik Hong Kong, Vatikan dan polisi Hong Kong tidak segera memberikan komentar.
Dana Bantuan ini telah dibubarkan pemerintah Hong Kong tahun lalu setelah pembubaran perusahaan yang membantu menerima sumbangan melalui rekening bank.
Penangkapan itu terjadi setelah polisi September lalu mengatakan, bahwa mereka menyelidiki dana tersebut untuk dugaan pelanggaran undang-undang keamanan nasional.
Hui, seorang profesor studi budaya di Universitas Lingnan, pernah mengajar aktivis Nathan Law di pengasingan.
"Jika Anda ingin menghukum seseorang, Anda selalu dapat menemukan alasan," tulis Law di halaman Facebook-nya sebagai tanggapan atas penangkapan Hui.
Beijing memberlakukan undang-undang keamanan nasional pada Juni 2020 yang menghukum terorisme, kolusi dengan pasukan asing, subversi dan pemisahan diri dengan kemungkinan hukuman penjara seumur hidup.
Amerika Serikat mengatakan undang-undang tersebut mengikis kebebasan yang dijanjikan oleh Cina di bawah pengaturan "satu negara, dua sistem" ketika Hong Kong dikembalikan Inggris ke pemerintahan Cina pada 1997.
Namun, pihak berwenang Hong Kong mengatakan undang-undang tersebut telah membawa stabilitas ke kota itu setelah demonstrasi massal 2019.
Reuters