TEMPO.CO, Jakarta - Miliarder Elon Musk mengunci kesepakatan untuk membeli secara tunai media sosial Twitter seharga USD 44 miliar (Rp 635 triliun) pada Senin, 25 April 2022. Orang terkaya di dunia itu akan menguasai secara penuh platform yang kini berusia 16 tahun tersebut.
Pengambilalihan Twitter ini membuat politikus dari kubu konservatif Amerika Serikat (AS) berharap manajemen Musk bisa mengurangi moderasi konten dan mengizinkan kembali beberapa orang yang pernah kena blacklist, diantaranya mantan Presiden Donald Trump. Anggota Parlemen AS Jim Jordan, yang juga anggota Kaukus Kebebasan dari Partai Republik, menyambut berita itu dengan menyebut kebebasan berbicara segera kembali.
Partai Republik Amerika Serikat dikenal beraliran konservatif. Jordan dan anggota Partai Republik lainnya pernah mengkritik Twitter karena melarang mantan Presiden Trump dan tokoh konservatif terkemuka lainnya. Trump dilarang karena risiko kekerasan lebih lanjut setelah US Capitol diserbu pada 6 Januari 2021.
Sedangkan anggota senat Amerika Serikat Elizabeth Warren, yang seorang progresif dan kritikus platform teknologi, menyebut kesepakatan Musk mengambil alih Twitter berbahaya bagi demokrasi Negeri Abang Sam.
"Miliarder seperti Elon Musk bermain dengan seperangkat aturan yang berbeda dari orang lain, mengumpulkan kekuatan untuk keuntungan mereka sendiri. Kami membutuhkan pajak kekayaan dan aturan yang kuat untuk meminta pertanggungjawaban Big Tech," kata politisi Partai Demokrat itu di Twitter, seperti dikutip Reuters, Selasa, 26 April 2022.
Sebelumnya, Musk telah mengkritik moderasi Twitter dan menyatakan bahwa dirinya absolutis dalam kebebasan berbicara. Menurutnya, algoritma Twitter seharusnya diberikan pada publik, bukan pada kekuatan perusahaan yang beriklan di sana.
Musk menjelaskan fasilitas yang ramah pengguna ke layanan, seperti tombol edit dan mengalahkan "bot spam" yang mengirim tweet yang tidak diinginkan dalam jumlah besar.
Adapun diskusi soal kesepakatan itu sebenarnya sempat dilanda ketidakpastian pada Minggu lalu. Akan tetapi proses dipercepat selama akhir pekan setelah Musk merayu pemegang saham Twitter dengan rincian pembiayaan dari tawarannya. Twitter mulai bernegosiasi dengan Musk untuk membeli perusahaan dengan harga USD 54,20 per saham yang diusulkan.
"Kebebasan berbicara adalah landasan dari demokrasi yang berfungsi, dan Twitter adalah alun-alun kota digital di mana hal-hal penting bagi masa depan umat manusia diperdebatkan," kata Musk dalam sebuah pernyataan.
Pendiri SpaceX Elon Musk. Time.com
Saham Twitter naik 5,7 persen pada Senin kemarin, ditutup pada USD 51,70. Kesepakatan itu mewakili hampir 40 persen premi dari harga penutupan, sehari sebelum Musk mengungkapkan bahwa dia telah membeli lebih dari 9 persen saham.
Meski begitu, tawaran tersebut berada di bawah kisaran USD 70 ketika Twitter diperdagangkan tahun lalu.
"Saya pikir jika perusahaan diberi cukup waktu untuk berubah, kami akan menghasilkan jauh lebih banyak daripada yang ditawarkan Musk saat ini," kata Jonathan Boyar, direktur pelaksana Boyar Value Group, yang memegang saham di Twitter. Namun, Boyar menambahkan, transaksi ini memperkuat keyakinan jika pasar tidak menilai perusahaan dengan benar, pada akhirnya pihak pengakuisisi akan melakukannya.
Twitter mengatakan Musk mendapatkan USD 25,5 miliar utang dan pembiayaan pinjaman margin dan memberikan komitmen ekuitas USD 21 miliar. Musk, yang menurut Forbes memiliki kekayaan USD 268 miliar, mengatakan, jika dia tidak terlalu peduli dengan ekonomi Twitter.
“Memiliki platform publik yang dapat dipercaya secara maksimal dan inklusif secara luas sangat penting bagi masa depan peradaban. Saya sama sekali tidak peduli dengan ekonomi,” kata Musk dalam pembicaraan publik baru-baru ini.
Gedung Putih pada Senin, 25 April 2022, menolak berkomentar perihal Musk yang membeli Twitter ini. Walau begitu, Washington menyebut Presiden Joe Biden telah lama khawatir kekuatan platform media sosial.
"Kekhawatiran kami bukan hal baru. Presiden sudah lama berbicara tentang keprihatinannya tentang kekuatan platform media sosial, termasuk Twitter dan lainnya, untuk menyebarkan informasi yang salah," kata juru bicara Gedung Putih Jen Psaki. Psaki menambahkan platform media sosial perlu dimintai pertanggungjawaban dalam menyebar informasi palsu.
Langkah Musk melanjutkan tradisi saat para miliarder membeli kendali atas platform media berpengaruh. Sebelumnya Rupert Murdoch mengambil alih New York Post pada 1976 dan Wall Street Journal pada 2007, sementara Jeff Bezos mengakuisisi Washington Post pada 2013.
Sumber: Reuters
Baca juga: Twitter Setujui Tawaran Akuisisi Elon Musk Rp 635 Triliun
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.