TEMPO.CO, Jakarta -Tim perunding Ukraina menawarkan kepada Rusia untuk berunding tanpa syarat di Mariupol, agar bisa mengevakuasi pasukan dan warga sipil dari kota pelabuhan yang terkepung itu.
“Perundingan bisa dilangsungkan satu lawan satu. Dua lawan dua. Untuk menyelamatkan orang-orang kami, (batalyon sayap kanan) Azov, militer, warga sipil, anak-anak, orang-orang yang masih hidup dan yang mengalami luka-luka,” tulis anggota perunding Ukraina Mykhailo Podolyak di Twitter seperti dilansir Reuters Kamis 21 April 2022.
Ukraina pada Rabu menuduh pasukan Rusia tidak menjalankan perjanjian gencatan senjata dalam waktu yang cukup untuk memberi kesempatan bagi perempuan, anak-anak, dan warga lanjut usia dalam jumlah besar untuk meninggalkan Mariupol.
Kota itu sebagian besar sudah luluh lantak karena serangan pasukan Rusia. Para petempur Ukraina yang masih berada di kota tersebut tidak mengindahkan ultimatum dari Rusia agar menyerah. Mereka pada Rabu menyatakan tidak akan berubah sikap.
Seorang anggota senior Batalyon Azov, yang sekarang menggabungkan diri dengan angkatan bersenjata Ukraina serta memimpin gerakan pertahanan di Mariupol, menyatakan menolak tuntutan Rusia untuk meletakkan senjata.
Mereka justru menginginkan perjanjian yang memungkinkan para warga sipil pergi dari kota itu. Gempuran Rusia yang terus menerus serta gencatan senjata yang tidak dijalankan, kata batalyon itu, telah membuat evakuasi mustahil dilaksanakan.
"Karena itu saya meminta agar jaminan-jaminan ini ditegakkan. Hanya dengan bantuan pihak ketigalah para warga sipil bisa meninggalkan daerah ini," kata wakil komandan Azov Svyatoslav Palamar, melalui rekaman video.
Azov, kata Palamar, sudah meminta Podolyak dan Arakhamia --perunding lainnya dari Ukraina-- untuk datang ke Mariupol guna menjalankan perundingan dengan para negosiator utama Rusia.
Baca juga: Pasukan Ukraina di Mariupol Pantang Menyerah, Hanya Bisa Bertahan Beberapa Jam
SUMBER: REUTERS