TEMPO.CO, Jakarta -Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa mencabut status darurat negaranya pada Selasa malam. Rajapaksa mencabut status darurat yang mulai berlaku sejak Jumat lalu.
Keputusan ini diambil Rajapaksa setelah puluhan anggota parlemen keluar dari koalisi penguasa pada Selasa. Pemimpin partai koalisi mengatakan, 41 anggota parlemennya kini memilih independen.
Belum ada indikasi langsung apa yang sedang direncanakan oleh Rajapaksa. Akan tetapi, dia mungkin akan menunjuk perdana menteri baru untuk menggantikan sang kakak, Mahinda Rajapaksa, yang baru saja mundur.
Rajapaksa juga membubarkan kabinetnya pada Senin dan berusaha untuk membentuk pemerintah persatuan ketika kerusuhan publik melonjak. Namun, keragu-raguan nampak datang dari dalam lingkaran Rajapaksa sendiri.
Baru satu hari setelah pengangkatannya, Menteri Keuangan Ali Sabry mengundurkan diri. Mundurnya Sabri dari kabinet ini juga menjelang pembicaraan penting yang dijadwalkan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk program pinjaman.
Sabry juga menawarkan untuk mengundurkan diri dari kursi parlemen jika presiden ingin membawa seseorang dari luar untuk menggantikannya.
Demonstrasi jalanan menentang kekurangan makanan dan bahan bakar, yang dipicu oleh kurangnya devisa untuk impor, dimulai sejak bulan lalu. Kendati demikian, protes meningkat dalam beberapa hari terakhir, yang menyebabkan bentrokan antara pengunjuk rasa dan polisi dalam beberapa kasus.
Keterlibatan keluarga penguasa dalam penanganan krisis ekonomi dan hutang yang melilit di Sri Lanka ditengarai telah menyebabkan kekurangan makanan dan bahan bakar dan pemadaman listrik yang berkepanjangan. Asosiasi dokter juga mengatakan kepada pemerintah bahwa ada kekurangan obat-obatan akut yang dapat meruntuhkan sistem kesehatan.
SUMBER: REUTERS
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.