TEMPO Interaktif, Yerusalem: Petinggi Yahudi di Israel menghentikan dialog reguler dengan Vatikan akibat otoritas tertinggi Katolik mencabut hukuman ekskomunikasi terhadap seorang uskup yang menyatakan jumlah korban Holocaust dibesar-besarkan.
Pemimpin para rabi (pendeta) Yahudi itu pada Rabu (28/1) mengirim surat ke Vatikan. Mereka memprotes keputusan Paus Benediktus XVI yang memulihkan kembali kedudukan seorang uskup, Richard Williamson, setelah 20 tahun menjalani ekskomunikasi.
Keputusan otoritas Vatikan memulihkan kedudukan Williamson ini membuat kalangan Yahudi marah. Otoritas rabi pun memutuskan tidak akan melanjutkan dialog yang setiap tahun digelar dua kali.
"Sangat sulit bagi para pemimpin rabi di Israel untuk melanjutkan dialog dengan Vatikan seperti sebelumnya," tulis mereka kepada Vatikan, yang salinannya dikirim kepada kantor berita AP.
Hubungan Vatikan, yang sampai sekarang tidak mengakui negara Israel, dengan kalangan Yahudi di negara itu baru membaik pada tahun 2000 saat Paus Yohanes Paulus II mengunjungi Yerusalem. Sejak itu, setahun para petinggi Katolik dan Yahudi bertemu dua kali untuk membicarakan masalah agama.
Williamson sendiri diekskomunikasikan bersama sejumlah pastor lain karena mengikuti ritual yang dipimpin seorang uskup agung ultrakonservatif tanpa persetujuan Vatikan. Saat itu, Vatikan menyebut langkah itu sebagai perpecahan.
Pekan lalu dalam wawancara di televisi Swedia, Williamson menyatakan bahwa jumlah Yahudi yang menjadi korban kamar gas Nazi Jerman, pada Perang Dunia II, dibesar-besarkan. Bukti, kata Williamson, menyatakan jumlah Yahudi yang tewas di kamar gas tidak sampai enam juta orang. Kemungkin besar, paling banyak jumlah korban Yahudi di tangan Nazi itu 300 ribu. "Itupun tidak satu pun akibat gas dalam kamar gas," katanya.
Vatikan sudah menyatakan bahwa pencabutan ekskomunikasi tidak berarti bahwa pihak mereka setuju dengan pandangan Williamson.
AP/NURKHOIRI